5 Tips Mendampingi Anak di Era Digital

Jumat, 29 November 2024

Sebagai ibu, saya sering merasa cemas melihat anak-anak sekarang hidup di dunia yang sangat berbeda dari masa kecil kita. Dulu, kita bermain di lapangan, bercanda bersama teman, dan berbagi nilai-nilai kebersamaan. Kini, anak-anak lebih banyak menghabiskan waktu di depan layar, tenggelam dalam algoritma media sosial yang sering membuat mereka terasing dari dunia nyata.

5 Tips Mendampingi Anak di Era Digital


Mungkin sebagai orang tua, kita sering merasa ragu, “Apakah nilai-nilai yang saya ajarkan masih relevan?” Padahal, justru di tengah perubahan ini, kita perlu kembali ke akar budaya Nusantara. Nilai-nilai yang diajarkan oleh tokoh-tokoh bangsa, seperti Ki Hajar Dewantara, tentang gotong royong, cinta tanah air, dan penghormatan kepada orang tua, masih sangat relevan untuk membangun karakter anak-anak kita.


Lalu, apakah kita sebagai generasi ‘old’ terlalu lebay dalam menyikapinya?


Permasalahan Generasi Digital


Pertumbuhan anak-anak saat ini cenderung serba individualis. Hal ini jauh berbeda dengan suasana guyub yang kita kenal dulu. Media sosial dan algoritmanya kerap membentuk pola pikir yang lebih mengutamakan hiburan instan daripada pengalaman yang nyata. Akibatnya, banyak dari anak-anak kesulitan menemukan tujuan hidup, bahkan merasa terasing di dunia nyata.


Generasi digital tumbuh dengan cepat di era teknologi. Meskipun membawa banyak kemudahan dan hal positif lainnya, era ini juga menghadirkan berbagai tantangan yang cukup signifikan. Salah satu permasalahan utamanya adalah screen addiction atau kecanduan layar. Dampak yang paling besar adalah berkurangnya interaksi sosial secara langsung.


Kemampuan literasi di era digital ini pun mulai menurun. Generasi muda sering terjebak dalam menerima dan menyebarkan informasi yang salah. Ketidakcakapan ini dapat memengaruhi pola pikir mereka dalam mengambil keputusan. Tidak hanya itu, kesehatan mental juga menjadi perhatian, karena penggunaan media sosial yang berlebihan kerap memicu rasa cemas, depresi, kesepian, dan fear of missing out (FOMO).


Tips Mendampingi Anak di Era Digital


Untuk mengatasi permasalahan yang ditimbulkan ini, penting bagi orang tua untuk mendidik anak-anak mengenai etika bermedia. Penggunaan teknologi secara sehat akan membantu anak-anak mengenal pentingnya menjaga keseimbangan antara dunia maya dan nyata.


  1. Bangun tradisi ngobrol tanpa gadget

Ajak anak-anak untuk berbincang bersama tanpa kehadiran gadget. Aktivitas ini dapat dilakukan saat makan bersama atau di saat sedang santai Buat sesi ngobrol yang membahas tentang hari mereka, pikiran, atau bahkan mimpi-mimpinya. Lakukan dengan konsisten tetapi santai sehingga akan menjadi sebuah kegiatan rutin keluarga.


  1. Mengenalkan budaya dan sejarah lokal

Nilai-nilai luhur dalam budaya Indonesia dan daerah dapat menjadi “penjaga” di antara gempuran pengaruh asing dari media sosial. Orang tua dapat mengajak anak menghadiri acara budaya atau mengenalkan cerita-cerita daerah. Ini akan membantu anak-anak menghargai kebersamaan dan cinta tanah air. Bahkan, orang tua juga dapat memasukan unsur budaya dalam percakapan sehari-hari, yaitu menggunakan bahasa daerah.


  1. Beri kesempatan kepada anak untuk mengekspresikan diri

Dalam dunia digital, anak lebih sering menerima informasi daripada berpikir secara mandiri. Bantu mereka untuk mengenali suara hati sendiri dan memahami apa yang benar-benar diinginkan, tanpa harus terpengaruh tren atau apa yang viral. Selanjutnya, hal paling penting dari orang tua adalah memberikan ruang dan dukungan terhadap ekspresi anak. Berhentilah memberi komentar atau reaksi negatif lain yang dapat menciutkan jiwa anak.


  1. Dukung untuk bergabung dengan kegiatan komunitas dan sosial

Beri kesempatan kepada anak untuk masuk ke dalam komunitas dan mengikuti berbagai kegiatan sosial. Hal ini akan memberi stimulasi kesadaran bekerja sama dan empati. Kegiatan ini dapat memperkuat keterikatan mereka dengan lingkungan sekitar yang positif dan mengurangi rasa kesepian.


  1. Berikan teladan yang baik

Anak-anak cenderung meniru perilaku orang tua. Maka dari itu, ketika orang tua dapat menunjukkan rasa hormat, kebersamaan, dan sikap saling menghargai, mereka pun akan belajar dari contoh tersebut.


Selain mendampingi mereka, penting juga untuk mengajarkan bahwa media sosial bukanlah tempat untuk menyelesaikan permasalahan. Ajarkan mengenai keterbukaan sehingga anak-anak dapat berbicara dengan leluasa tentang perasaan dan pikirannya kepada orang tua. Anak-anak juga perlu belajar bahwa kebahagiaan sejati tidak datang dari jumlah “like” di media sosial, tetapi dari hubungan yang nyata dan saling peduli.


Namun, sebelum menjadi pendamping bagi anak-anak, alangkah lebih baik jika orang tua dapat terlebih dahulu untuk bijak menggunakan media sosial. Siap, Bu? Semangat!


***Gambar dibuat dengan menggunakan aplikasi Bing Image Creator


Peran Ibu dalam Parenting Anak Dewasa, Antara Dukungan dan Kemandirian

Selasa, 05 November 2024

Peran ibu itu sepanjang masa. Tidak ada istilah berhenti menjalankan kewajiban walau anak-anak sudah besar, bahkan saat mereka memasuki masa berumah tangga. Benar, kan, Bu?

Peran Ibu dalam Parenting Anak Dewasa, Antara Dukungan dan Kemandirian

Tugas mendampingi anak-anak tetap akan menjadi prioritas. Namun, pendekatan dan caranya harus dapat disesuaikan dengan perkembangan usia mereka. Waktu anak-anak masih kecil, ibu lebih banyak melayani secara langsung. Seiring berjalannya waktu, ibu akan mulai mengajarkan kemandirian. Hingga pada akhirnya, mereka akan tumbuh besar dengan pribadi yang penuh tanggung jawab. 


Ibu merupakan sosok yang paling dekat dengan anak-anak. Maka sudah seharusnya ibu mendengarkan, memberi ruang untuk anak mengeksplorasi dirinya, dan tetap siap memberi saran saat diperlukan. 


Tantangan dalam Parenting Anak Dewasa

Bertambah usia anak, maka strategi orang tua dalam mendampingi mereka pun harus disesuaikan. Apalagi ketika anak sudah beranjak dewasa. Mereka sudah memiliki pemahaman dan keinginan yang lebih luas serta beragam. Konflik kerap terjadi saat orang tua tidak dapat mengidentifikasi tantangan yang akan dihadapi saat anak beranjak dewasa.


1. Melepas keterikatan emosional 

Mendampingi mereka setiap saat, mulai dari dalam perut hingga dewasa tentu membuat ikatan emosi ibu dan anak sangatlah kuat. Namun, penting bagi ibu untuk memahami bahwa anak-anak juga butuh belajar menghadapi hidup dengan cara mereka sendiri. Anak yang terlalu dikekang justru akan menunjukkan ketidakmandirian hingga dewasa. Jika ini dibiarkan, tentu akan memberi dampak tidak baik karena mereka tidak akan memiliki rasa tanggung jawab sehingga akan terus bergantung kepada orang tua.


2. Komunikasi yang dewasa  

Cara berkomunikasi dengan anak dewasa tentunya berbeda dengan saat mereka masih kecil. Dulu ibu sering memberi larangan, perintah, dan mengontrol semua kegiatan anak. Saat mereka dewasa, cara itu sudah tidak relevan lagi. Mereka akan lebih mudah mendebat sesuatu yang tidak sesuai dengan pikiran atau keinginannya. Di sinilah sering terjadi konflik ketika ibu dan anak-anak sama-sama mempertahankan egonya.


3. Menghadapi masa pubertas

Saat anak-anak memasuki masa pubertas, ada beberapa perubahan secara fisik dan emosional. Perubahan ini sering menjadi permasalahan bagi anak dan orang tua karena ada perbedaan yang cukup signifikan. Banyak anak-anak yang memasuki usia pubertas mengalami bingung dan cemas. Ketika mereka tertutup kepada itu, masalah baru mungkin saja terjadi. Mereka berpotensi keluar dari pengawasan orang tua dan menjadi asing bagi keluarga.


4. Menemani anak menuju pernikahan  

Ketika anak menjadi dewasa, tentu orang tua harus memperhatikan fase yang lebih besar selanjutnya, yaitu pernikahan. Peran ibu kembali diuji. Kecemasan sering muncul karena merasa harus ‘melepas’ anak untuk bersama orang lain. Beberapa orang tua merasa khawatir dengan calon pasangan anak. Sikap kehati-hatian pun kerap muncul dan justru berpeluang menjadi masalah bagi anak. Jika tidak segera diatasi tentu saja akan menjadi permasalahan besar yang akan menghambat masa depan mereka.


Tips Parenting Anak Dewasa


1. Jaga keseimbangan antara dukungan dan kebebasan

Semakin dewasa seorang anak, tentu pendiriannya pun akan semakin keras. Ibu yang bijak akan tahu waktu untuk membantu dan saat harus melepaskan. Tawarkan saran, tetapi biarkan anak dewasa belajar mengambil keputusan, bahkan jika itu berarti membuat kesalahan. Pada intinya, orang tua harus memberi kepercayaan dengan tetap memberi pengawasan kepada mereka.


2. Utamakan diskusi 

Pola pikir anak yang sudah dewasa dipengaruhi oleh pengalaman mereka di dunia luar. Mungkin saja terjadi perbedaan dengan pengalaman orang tua. Diskusi adalah cara tepat untuk dapat memberikan arah yang benar dibanding dengan perintah atau larangan. Dengan cara mendengarkan dan memberi kesempatan anak-anak berbicara akan membuat mereka menjadi manusia dewasa seutuhnya.


3. Tunjukkan rasa percaya dan hargai privasi

Anak dewasa ingin dihargai sebagai individu yang mandiri. Walau sering merasa cemas, sebaiknya ibu menghindari kontrol yang terlalu ketat atau selalu ingin tahu tentang setiap detail hidup mereka. Beri rasa percaya dan menghargai privasi agar hubungan ibu dan anak tetap kuat walau mereka sudah dewasa.


4. Persiapkan mental saat anak menikah 

Saat anak memutuskan untuk menikah, persiapkan diri untuk menghadapi berbagai emosi, mulai dari kebahagiaan hingga kekhawatiran. Ingatlah bahwa peran ibu adalah sebagai pendukung dan panutan. Berikan dukungan tanpa tekanan, dan usahakan untuk bersikap netral terhadap pilihan pasangan mereka. Ini adalah momen di mana ibu menjadi ‘teman’ yang bisa mereka andalkan tanpa merasa dihakimi atau diberi ekspektasi berlebihan. Tunjukkan kesiapan orang tua untuk menerima pasangan anak dengan hangat, sehingga mereka merasa nyaman untuk selalu pulang dan berbagi cerita.


5. Ajari nilai-nilai hidup yang akan menjadi bekal 

Sebagai ibu, memberikan nilai-nilai yang bisa menjadi pegangan hidup adalah sebuah kewajiban. Ajarkan mereka untuk bertanggung jawab, empati, dan kejujuran. Ini akan menjadi bekal bagi anak-anak untuk menghadapi berbagai tantangan dalam hidup. Anak mungkin tidak selalu mendengarkan, tetapi nilai-nilai ini biasanya melekat dan akan muncul ketika mereka menghadapi tantangan.


Membersamai anak yang sudah beranjak dewasa memang banyak sekali dinamikanya. Kesiapan ibu untuk melepas anak-anak mengarungi kehidupan nyata akan turut membentuk pribadi mereka menjadi lebih baik. Memang tidak mudah, tetapi cinta ibu akan selalu ada untuk menemani anak-anak hingga mereka benar-benar mandiri dan menemukan kehidupan yang baru. 


Ibu adalah sosok yang pertama kali memberikan edukasi tentang pubertas. Informasi yang benar harus dapat disampaikan dengan bahasa yang mudah dimengerti. Sampaikan tentang perubahan fisik dan emosional yang anak-anak alami, sehingga mereka tidak merasa asing atau malu.


***Gambar dibuat dengan menggunakan aplikasi Bing Image Creator


Peran Ibu dalam Gerakan Bangga, Mahir dan Maju dengan Bahasa Indonesia

Senin, 28 Oktober 2024

Setiap 28 Oktober, bangsa Indonesia memperingati Hari Sumpah Pemuda. Itu adalah momen yang terkenal ketika pemuda Indonesia berjanji untuk bersatu dalam satu bangsa, satu negara, dan satu bahasa, yaitu Indonesia. Janji ini bukan hanya untuk pemuda dan pemudi saja, semua lapisan masyarakat wajib menjaganya demi kedaulatan bangsa, termasuk para ibu. Di tengah derasnya arus globalisasi saat ini, Bahasa Indonesia menghadapi tantangan besar, terutama di kalangan generasi muda yang kerap terpapar bahasa asing dan budaya luar.


Peran Ibu dalam Gerakan Bangga, Mahir dan Maju dengan Bahasa Indonesia

Dalam upacara memperingati hari Sumpah Pemuda di lingkungan Kementerian Pendidikan, Prof. Dr. Abdul Mu’ti M.Ed., Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah Republik Indonesia, mencanangkan gerakan Bangga, Mahir dan Maju dengan Bahasa Indonesia. Setelah mendengarkan amanat beliau sebagai Pembina Upacara, saya pun jadi mulai berpikir. Apa yang bisa dilakukan oleh seorang ibu untuk turut serta dalam menyukseskan gerakan ini?


Kehadiran bahasa asing dan pengaruh digital sering membuat Bahasa Indonesia menjadi tidak jelas. Anak-anak sering menggunakan bahasa yang campur aduk bahkan bahasa asing dalam pergaulan. Jika dibiarkan tanpa bimbingan, tentu hal ini akan berdampak pada kedudukan Bahasa Indonesia. Maka dari itu, ibu memegang peran kunci dalam memperkenalkan, melestarikan, dan memajukan penggunaan Bahasa Indonesia pada generasi mendatang. Berikut beberapa langkah yang dapat dilakukan ibu untuk mendukung gerakan ini.


Menjadi Contoh dalam Penggunaan Bahasa yang Baik dan Benar

Anak-anak adalah peniru ulung. Ketika ibu membiasakan diri untuk berbicara Bahasa Indonesia dengan baik dan benar, anak-anak akan mengikutinya. Mereka bukan hanya fasih dalam berbicara tetapi juga dapat memperhatikan tata bahasanya. Saat ibu berbicara dengan kosa kata yang yang beragam dan tutur kata yang sopan, anak-anak akan dapat menyerap nilai-nilai ini secara alami. Tak mustahil, jika mereka akan turut mengaplikasikannya dalam kehidupan sehari-hari.


Membaca Buku Berbahasa Indonesia Bersama Anak

Membaca bersama anak adalah cara yang menyenangkan dan efektif untuk menanamkan rasa cinta terhadap bahasa. Melalui kegiatan membaca buku ini, ibu juga sudah memperkaya kosakata dan mengenal struktur bahasa yang benar kepada anak dengan cara yang menyenangkan. Pilihlah buku cerita anak atau dongeng dalam bahasa Indonesia dan jadikan ini sebagai rutinitas harian. 


Mengenalkan Musik dan Lagu Anak dalam Bahasa Indonesia

Dari zaman dulu, musik dan lagu sering digunakan dalam pembelajaran anak-anak. Mereka akan mendapatkan informasi dengan cara yang menyenangkan. Namun, di era digital ini, lagu anak-anak dalam bahasa Indonesia kadang kalah saing dengan lagu berbahasa asing. Di sinilah ibu berperan untuk memperkenalkan lagu-lagu Indonesia dengan tema edukatif atau yang mengangkat cerita rakyat. Lagu-lagu ini tidak hanya akan membuat anak merasa nyaman berbahasa Indonesia, tetapi juga memperkenalkan mereka pada nilai-nilai dan kearifan lokal.


Mendorong Anak untuk Menulis dan Bercerita dalam Bahasa Indonesia

Bagi anak yang sudah dapat membaca dan menulis, keterampilannya dapat ditingkatkan kembali. Ibu dapat meminta anak untuk membuat cerita pendek atau jurnal harian. Tidak perlu fokus terhadap hasil, ibu dapat membantu mengoreksi dan memberikan masukan. Selain melatih keterampilan berbahasa, kegiatan ini juga meningkatkan kreativitas anak.


Memanfaatkan Teknologi Secara Positif

Teknologi yang sudah semakin canggih dapat dimanfaatkan oleh ibu untuk mengembangkan kemampuan berbahasa anak-anak. Ibu dapat memanfaatkan aplikasi atau permainan edukatif berbahasa Indonesia untuk media pengenalan dan pengembangan keterampilan mereka. Misalnya, dengan menggunakan aplikasi pembelajaran bahasa Indonesia atau memilih video yang sesuai umur mereka yang menggunakan bahasa Indonesia. Langkah ini tidak hanya menyenangkan tetapi juga menambah kecintaan anak pada bahasa.


Menghargai dan Menggunakan Bahasa Daerah Sebagai Kekayaan Nasional

Mengajarkan bahasa Indonesia bukan berarti mengesampingkan bahasa daerah. Ibu juga dapat memperkenalkan bahasa daerah sebagai bagian dari identitas nasional. Dengan mengenal bahasa daerah, anak dapat lebih memahami kekayaan budaya Indonesia dan memperkuat kecintaan pada negara serta Bahasa Indonesia sebagai bahasa pemersatu.


Baca juga: Peran Ibu Dalam Meningkatkan Literasi Kesehatan Keluarga


Dengan mendukung gerakan Bangga, Mahir dan Maju dengan Bahasa Indonesia, ibu secara langsung turut serta dalam pelestarian bahasa Indonesia di tengah tantangan globalisasi dan pengaruh bahasa asing. Upaya kecil sehari-hari ini dapat membentuk anak-anak yang tidak hanya fasih berbahasa Indonesia, tetapi juga bangga menggunakan bahasa kebanggaan mereka. Konsisten adalah kuncinya. Anak-anak butuh teladan dan bimbingan dari ibu untuk lebih menghargai bahasa Indonesia.


Gerakan ini bukan hanya tentang melestarikan bahasa, tetapi juga menciptakan generasi yang bangga dengan identitas nasionalnya. Di Hari Sumpah Pemuda ini, mari kita sebagai ibu bersama-sama berkomitmen untuk menumbuhkan semangat kebangsaan dalam berbahasa pada anak-anak kita. Semangat berbahasa Indonesia, Bu!


***Gambar dibuat dengan menggunakan Bing Image Creator



Peran Ibu dalam Meningkatkan Literasi Kesehatan Keluarga

Jumat, 25 Oktober 2024

Hai, Bu. Tahukah jika ibu memiliki peran penting dalam Literasi Kesehatan? Peran kita adalah untuk mengenalkan hingga menerapkannya menjadi sebuah pola hidup sehat dalam keluarga.

Peran Ibu dalam Meningkatkan Literasi Kesehatan Keluarga

Literasi kesehatan merupakan kemampuan seseorang untuk mendapatkan, memahami, dan mengevaluasi berbagai informasi kesehatan. Tak hanya itu, literasi kesehatan juga mendorong seseorang untuk menggunakan informasi yang diperolehnya untuk membuat keputusan yang tepat dalam kehidupan sehari-hari. Literasi kesehatan ini mencakup pengetahuan, motivasi, dan kompetensi untuk menjalani gaya hidup sehat. Seseorang dikatakan berhasil dalam literasi kesehatan ketika mampu menghindari penyakit dan menggunakan layanan dengan efektif.


Sebagai madrasah pertama dalam keluarga, ibu memainkan peran yang sangat penting dalam meningkatkan literasi kesehatan di rumah. Ibu tidak hanya bertanggung jawab dalam pengasuhan anak, tetapi juga dalam menyampaikan informasi kesehatan kepada semua anggota keluarga. Kemampuan ibu dalam mengakses dan memahami informasi kesehatan akan memengaruhi pola hidup keluarga serta keputusan-keputusan terkait kesehatan. Misalnya, menerapkan pola makan, kebersihan, dan pencegahan penyakit.


Hirarki Literasi Kesehatan

Literasi kesehatan tidak hanya terbatas pada kemampuan membaca informasi medis, tetapi mencakup tingkatan yang lebih kompleks. Hierarki literasi kesehatan dibagi menjadi tiga tingkatan utama, yaitu literasi fungsional, literasi interaktif, dan literasi kritis. Setiap tingkatan ini berperan penting dalam membantu ibu memahami dan menilai informasi kesehatan secara lebih efektif dalam kehidupan sehari-hari. Dengan demikian, ibu dapat mengambil langkah yang lebih aktif dan efektif dalam menjaga kesehatan keluarga.

  1. Literasi Fungsional

Literasi fungsional adalah kemampuan ibu untuk memahami berbagai informasi kesehatan dasar. Informasi ini biasanya diperoleh melalui media massa, buku kesehatan, atau anjuran dari tenaga medis. Ibu yang memiliki literasi fungsional baik akan mampu menerjemahkan informasi dasar ini menjadi praktik hidup sehari-hari yang mendukung kesehatan keluarga.

  1. Literasi Interaktif

Literasi interaktif menekankan pada pengembangan kemampuan ibu dalam berkomunikasi dan bertindak secara mandiri berdasarkan pengetahuan kesehatan yang diperoleh. Dengan keterampilan ini, ibu tidak hanya berperan sebagai penerima informasi, tetapi juga aktif dalam berdiskusi dengan tenaga kesehatan dan komunitas. Hal ini diperlukan untuk meningkatkan pengetahuan dan kemampuan keluarga dalam mengambil keputusan terkait kesehatan.

  1. Literasi Kritis

Literasi kritis melibatkan kemampuan analitis dan kognitif yang lebih tinggi. Ibu diharapkan mampu mengevaluasi informasi kesehatan secara lebih mendalam. Ini termasuk dapat memahami implikasi sosial dan politik dari kebijakan kesehatan yang diambil oleh pemerintah atau institusi kesehatan. Melalui literasi kritis, ibu dapat mempertimbangkan dampak dari pilihan-pilihan kesehatan yang ada, baik untuk dirinya sendiri maupun bagi keluarganya.


Baca juga: Peran Ibu Dalam Parenting Anak Dewasa Antara Dukungan dan Kemandirian


Tantangan dalam Meningkatkan Literasi Kesehatan

Upaya meningkatkan literasi kesehatan ini akan menemui beberapa tantangan. Apalagi bagi ibu yang memiliki keterbatasan.

  • Kurangnya Akses ke Informasi yang Akurat

Saat ini, informasi dari pusat lebih cepat diterima melalui media sosial. Namun, banyak ibu, terutama di daerah pedesaan atau yang memiliki keterbatasan akses digital. Mereka mengalami kesulitan dalam mendapatkan informasi kesehatan yang benar. Ini bisa disebabkan oleh minimnya sumber daya, seperti internet atau kurangnya fasilitas kesehatan di daerah.

  • Banjir Informasi di Era Digital

Banyaknya informasi yang bertebaran di media sosial juga kerap menjadi tantangan saat menerima informasi tentang kesehatan. Ibu harus teliti dan bijak dalam menyikapi informasi yang diterima. Bisa saja informasi tersebut tidak benar (hoaks). Kemampuan ibu menyaring informasi mana yang dapat dipercaya, yang sering kali menjadi tantangan tersendiri di tengah banjirnya konten.

  • Tingkat Pendidikan

Rendahnya tingkat pendidikan akan memengaruhi pemahaman dasar kesehatan. Ibu dengan tingkat pendidikan rendah cenderung kesulitan memahami informasi kesehatan yang lebih kompleks.


Cara Mengatasi Tantangan Literasi Kesehatan

Tantangan hadir sebagai pemicu untuk mau memperbaiki kekurangan dan hambatan. Maka, terdapat beberapa langkah yang dapat dilakukan oleh ibu untuk mengatasi keterbatasan literasi kesehatan ini.

  • Pendidikan Kesehatan Berbasis Komunitas

Saat ini sudah banyak komunitas yang anggotanya para ibu. Mereka berkumpul dengan visi misi untuk meningkatkan value sebagai perempuan walau sudah menjadi seorang ibu. Program pendidikan kesehatan berbasis komunitas dapat memberikan edukasi langsung kepada para ibu mengenai informasi kesehatan yang akurat. Kegiatan seperti penyuluhan kesehatan, seminar, atau pelatihan dapat membantu meningkatkan literasi kesehatan secara lebih menyeluruh pun dapat dilakukan.

  • Menggunakan Sumber Informasi yang Terpercaya

Ibu dapat mencari informasi tentang kesehatan di tempat yang tepat. Beberapa sumber informasi yang sudah diakui kredibilitasnya, seperti website resmi dari institusi kesehatan, tenaga medis profesional, atau materi dari kementerian kesehatan.

  • Pemanfaatan Media Sosial yang Tepat  

Seiring dengan maraknya informasi di media sosial, ibu tentu harus lebih bijak lagi dalam pemanfaatannya. Ikutilah akun-akun instansi kesehatan yang kredibel karena mereka akan menyajikan informasi akurat, dipercaya, dan berguna untuk keluarga.

  • Kolaborasi dengan Tenaga Kesehatan

Ibu perlu didorong untuk berinteraksi aktif dengan dokter atau tenaga kesehatan saat menghadapi informasi kesehatan yang meragukan. Interaksi aktif ini dapat menjadi sebuah kolaborasi yang akan membantu memastikan bahwa tindakan kesehatan yang diambil oleh ibu didasarkan pada informasi yang valid.


Peran ibu dalam literasi kesehatan keluarga sangatlah krusial, terutama dalam mendidik dan melindungi keluarga dari berbagai risiko kesehatan. Dengan literasi kesehatan yang baik, ibu akan dapat mengarahkan keluarga menjalani gaya hidup sehat, mencegah penyakit, serta memanfaatkan layanan kesehatan dengan bijak. Untuk itu, dukungan dari berbagai pihak, termasuk pemerintah dan komunitas, sangat diperlukan agar ibu dapat terus meningkatkan kapasitas literasi kesehatan mereka.


Mari, Bu. Kita tingkatkan kompetensi dalam literasi kesehatan agar dapat membimbing dan menjadi teladan bagi anggota keluarga untuk hidup sehat. Semoga, dengan cara ini kita dapat menciptakan keluarga sehat secara jasmani dan rohani.


***Sumber tulisan dari Webinar Sidina Community 'Literasi Kesehatan di Kurikulum Merdeka'

Gambar dibuat dengan aplikasi Bing Image Creator


Rahasia Memilih Produk Perawatan yang Aman untuk Kulit Wajah

Sabtu, 19 Oktober 2024

Hai, Bu. Belakangan ini berita produk perawatan wajah yang berbahaya mulai marak lagi, ya. Tentu hal ini membuat beberapa perempuan merasa cemas. Apakah produk pilihannya aman-aman saja?

Rahasia Memilih Produk Perawatan yang Aman untuk Kulit Wajah

Walau sudah berhati-hati, seringnya kita tergiur oleh iklan yang menari. Ujungnya, membeli produk tanpa memperhatikan hal penting saat membeli produk perawatan wajah. Padahal, ketika salah pilih produk, kulit bisa jadi iritasi, berjerawat, atau malah makin bermasalah. 


Nah, agar tidak salah memilih produk perawatan yang aman dan cocok untuk kulit wajah, mari simak beberapa tips berikut ini.


Kenali Jenis Kulit

Langkah pertama yang tidak boleh dilewatkan adalah mengenali jenis kulitmu. Kulit wajah ada yang kering, berminyak, kombinasi, hingga sensitif. Setiap jenis kulit memiliki kebutuhan yang berbeda, jadi pastikan tahu terlebih dahulu kulit kita masuk kategori yang mana. Jika merasa tidak yakin, bisa konsultasi dulu ke dermatolog atau mencoba tes jenis kulit sederhana di rumah.


Periksa Kandungan Bahan Aktif

Ini adalah bagian yang paling penting. Pastikan untuk selalu memeriksa daftar kandungan produk sebelum membeli. Beberapa bahan aktif bisa berfungsi baik untuk satu jenis kulit, tetapi bisa menjadi masalah di kulit lain. Misalnya, asam salisilat bagus untuk kulit berminyak dan berjerawat, tapi bisa bikin kulit kering makin kering. Jauhi juga bahan-bahan yang berpotensi menyebabkan alergi atau iritasi, seperti parfum dan pewarna sintetis, terutama kalau kulit kita sensitif.


Rahasia Memilih Produk Perawatan yang Aman untuk Kulit Wajah


Pilih Produk dengan Label BPOM

Pemerintah sudah membentuk Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) untuk menjaga keamanan dan kualitas setiap produk obat, termasuk skincare dan kosmetik. Izin BPOM ini dapat dijadikan standar keamanan yang diperhatikan oleh konsumen. Kita bisa cek nomor registrasi BPOM yang terletak di kemasan produk atau langsung ke situs resminya. Jika aman, konsumen bisa lanjut membeli dan menggunakannya. 


Lakukan Patch Test

Patch test adalah melakukan uji coba pada area yang kecil dulu, misalnya belakang telinga atau punggung tangan. Jadi, tidak langsung diaplikasikan ke seluruh wajah untuk memastikan tidak ada iritasi pada kulit. Ini penting dilakukan, apalagi bagi jenis kulit sensitif. Biasanya kita dapat menunggu 24-48 jam setelah melakukan patch test. Jika ada reaksi yang tidak diinginkan seperti timbulnya ruam, gatal atau bengkak, sebaiknya hindari jenis produk perawatan kulit tersebut. 


Hindari Produk dengan Klaim Berlebihan

Banyak masyarakat yang masih terpengaruhi oleh iklan produk. Produsen atau pihak marketing melakukan klaim berlebihan terhadap produknya. Misalnya, dapat menghilangkan jerawat atau flek hitam dalam waktu singkat. Berhati-hatilah dengan klaim yang berlebihan ini karena khawatirnya mengandung bahan berbahaya yang dapat merusak kulit. Pilih produk yang menawarkan hasil bertahap tetapi aman dan berkelanjutan. 


Rahasia Memilih Produk Perawatan yang Aman untuk Kulit Wajah


Cek Review dan Rekomendasi

Testimoni dari orang yang sudah menggunakan produk bisa menjadi rekomendasi. Biasanya, pengalaman orang lain dapat dijadikan perhatian kita. Namun, harus diingat pula, jika hasil di setiap orang akan berbeda-beda. Jadi tetap perhatikan reaksi pada kulit sendiri. Oh, iya, rekomendasi dari dokter, dermalog atau beauty influencer bisa dijadikan bahan pertimbangan sebelum membeli, ya, Bu. 


Sesuaikan dengan Budget

Harga mahal bukan jaminan produk tersebut cocok untuk kulit kita. Saat ini, sudah banyak produk dengan harga terjangkau yang punya kualitas bagus dan aman. Ingat saja hal penting yang harus diperhatikan yaitu kandungannya sesuai dengan kebutuhan kulit dan terdaftar di BPOM. Jadi, jangan terpancing hanya karena brand atau harga.


Perhatikan Logo Halal

Sebagai muslimah, pasti harus lebih selektif dalam memilih barang untuk dipakai. Salah satu yang dapat dilakukan saat memilih produk perawatan kulit adalah memperhatikan komposisi bahan. Jika ada bahan yang tidak halal, artinya ditinggalkan saja. Namun ada cara yang lebih mudah yaitu memperhatikan logo halal yang tertera dalam kemasan. Logo halal yang dikeluarkan oleh pemerintah membantu regulasi produk aman dari sisi agama.


Melakukan perawatan wajah dengan benar akan membantu penampilan lebih percaya diri. Kunci dari perawatan sukses itu adalah konsisten dan kesabaran. Kulit butuh adaptasi, jadi tidak terburu-buru untuk mengganti produk jika hasilnya belum langsung terlihat. Pastikan saja memilih produk perawatan kulit yang aman terlebih dahulu. 


Semoga tips ini bermanfaat, ya!


***Gambar dibuat dengan menggunakan Bing Image Creator


TPA Sarimukti Overload. Mulai Zero Food Waste dari Rumah, Yuk, Bu!

Kamis, 17 Oktober 2024

Sampah sisa makanan, siapa yang tidak pernah sayang saat melihatnya numpuk di dapur? Baru saja beli dan masak, tetapi ada bagian yang tidak dipakai, basi atau memang tidak habis dikonsumsi. Banyak di antara kita yang merasa masalah selesai saat sisa makanan itu masuk ke tempat sampah. Nyatanya tidak!


TPA Sarimukti Overload. Mulai Zero Food Waste dari Rumah, Yuk, Bu!
Sumber gambar: Pixabay

Sampah sisa makanan di dapur akan menumpuk di Tempat Pemrosesan Akhir (TPA). Gunungan sampah dari berbagai tempat akan ditampung di sana. TPA pun bukan akhir penuntasan masalah karena sampah-sampah itu akan terus menumpuk dan menyebabkan permasalahan baru.


Masih ingat dengan tragedi TPA Leuwigajah? Itu adalah salah satu dampak dari tumpukan sampah yang terus menggunung. Alam sudah memberi teguran keras dengan ledakan dan longsoran yang disebabkan oleh gas metan. Faktanya, gas metana itulah yang dihasilkan oleh sampah-sampah organik yang membusuk. 


Saat ini, salah satu tempat pengelolaan sampah terbesar di Jawa Barat adalah TPPA Sarimukti. Kondisinya saat ini sudah overload. Jumlah sampah yang masuk ke sana setiap hari sangat banyak dan sebagian besar di antaranya adalah sisa makanan. Ini jadi bukti nyata kalau kita masih sering buang-buang makanan.


Melihat keadaan seperti itu, ibu dapat mengambil peran penting dengan membantu mengurangi masalah sampah di rumah. Mari kita bahas cara menjalani zero food waste dengan langkah-langkah sederhana!


Apa Itu Zero Food Waste?


Zero food waste adalah upaya untuk mengurangi atau bahkan menghilangkan makanan yang terbuang sia-sia. Tujuannya sederhana yaitu memanfaatkan bahan makanan sebaik mungkin, sehingga sampah organik dari dapur bisa dikurangi. Ini bukan hanya mengurangi beban tempat pembuangan sampah, tetapi dapat menghemat pengeluaran dan menjaga lingkungan juga. 


TPA Sarimukti Overload. Mulai Zero Food Waste dari Rumah, Yuk, Bu!
Gambar dibuat dengan Bing Image Creator

Kenapa Zero Food Waste Penting?


Pemerintah Kota Bandung menyatakan jika TPA Sarimukti yang melayani wilayah Bandung dan sekitarnya sudah overload sejak beberapa waktu lalu. Setiap harinya, lebih dari 1.600 ton sampah masuk ke sana, dan sekitar 40%-60% dari sampah yang ada adalah sisa makanan. Bayangkan, berapa banyak makanan yang dibuang pada setiap hari.


Pemda Kota Bandung memiliki komitmen untuk melakukan berbagai upaya untuk mengurangi jumlah sampah yang dibuang ke TPS hingga TPA. Salah satu cara yang dilakukan adalah dengan mengurangi ritasi pembuangan sampah ke TPA Sarimukti. Penjabat Wali Kota Bandung, A. Koswara mengatakan, pengendalian sampah di Kota Bandung bukan hanya kedaruratan saja tapi seterusnya (dilansir dari portal jabarprov.go.id, 11 Oktober 2024).


Sebagai ibu rumah tangga, kita bisa menjadi bagian dari solusi ini. Dengan mengurangi food waste di rumah, kita dapat turut serta membantu mengurangi beban TPS dan menjaga lingkungan untuk masa depan anak-anak kita.


Apa yang Bisa Dilakukan? 


Nah, sekarang mari kita mulai dari langkah-langkah kecil yang bisa ibu lakukan di rumah agar makanan tidak terbuang sia-sia.


1. Buat Menu Mingguan

Belanja terlalu banyak karena tidak mempunyai rencana yang jelas merupakan salah satu penyebab bahan makanan terbuang. Mulai sekarang, mari kita buat perencanaan menu mingguan. Dengan cara ini, ibu dapat tahu pasti bahan yang harus dibeli dan dimasak. Maka tidak akan ada lagi sayur, buah, daging atau bahan makanan lain yang membusuk di kulkas. Lakukan pengecekan isi kulkas sebelum belanja dan prioritaskan bahan-bahan yang sudah mendekati masa kadaluarsa. 



TPA Sarimukti Overload. Mulai Zero Food Waste dari Rumah, Yuk, Bu!
Gambar dibuat dengan Bing Image Creator

2. Simpan Makanan dengan Benar

Menyimpan makanan dengan cara yang tepat dapat memperpanjang umur bahan makanan, loh, Bu. Contohnya, simpan sayuran di laci bawah kulkas dan jangan terlalu padat supaya sirkulasi udara lancar. Daging atau ikan bisa dibagi dalam porsi kecil sesuai menu yang akan dibuat dan dibekukan, sehingga bisa diambil sesuai kebutuhan tanpa harus mencairkan semuanya sekaligus. Gunakan label tanggal di kontainer atau plastik penyimpanan agar tahu jadwal makanan harus segera diolah.


3. Memanfaatkan Sisa Makanan

Jangan buru-buru buang makanan sisa. Ada banyak kreasi menu yang dapat dibuat dengan memanfaatkan sisa makanan. Misalnya membuat nasi goreng dari sisa makan malam, potongan sayur yang tersisa bisa dijadikan sup, bahkan roti yang sudah agak keras bisa dijadikan puding atau crouton untuk salad. Cobalah mencari inspirasi dari media sosial. Saat ini sudah banyak sekali resep untuk memanfaatkan sisa makanan di rumah. 


4. Buat Kompos dari Sisa Makanan

Jika ada makanan yang benar-benar sudah tidak dapat diolah kembali, sebaiknya tidak langsung dibuang ke tempat sampah. Buatlah penampungan di halaman rumah dengan memanfaatkan wadah khusus untuk membuat kompos. Sisa makanan yang membusuk ternyata dapat bermanfaat untuk menyuburkan tanaman. Jadi, selain mengurangi sampah, kita juga dapat menciptakan pekarangan rumah yang hijau dengan tanaman yang subur. 


 5. Masak dengan Porsi yang Pas

Memasak pun butuh perhitungan yang matang. Hal ini diperlukan agar tidak membuat porsi makanan yang berlebihan. Jika ada acara keluarga atau pesta, buatlah makanan sesuai dengan kebutuhan. Jika memang khawatir tidak cukup, kita bisa memasaknya saat dibutuhkan atau menyediakan stok makanan yang lebih awet sehingga tidak mudah basi. Bahkan, kalau ada sisa makanan setelah acara, bagikan saja kepada para tamu atau masukkan ke dalam freezer agar dapat dimakan hari berikutnya. 


Menerapkan zero food waste di rumah dapat membantu mengurangi sampah makanan. Langkah kecil ini punya dampak besar untuk lingkungan, kesehatan bumi, dan tentu saja dompet. Perencanaan dan pengelolaan yang baik akan membantu menghemat pengeluaran keuangan keluarga. Jadi, yuk, mulai dari hal-hal sederhana yang bisa dilakukan sehari-hari.


Ingat menjaga lingkungan bukan tanggung jawab pemerintah saja. Kita semua bisa jadi bagian dari solusinya. Semangat untuk lebih bijak mengelola makanan, ya, Bu.