5 Tips Mendampingi Anak di Era Digital

Jumat, 29 November 2024

Sebagai ibu, saya sering merasa cemas melihat anak-anak sekarang hidup di dunia yang sangat berbeda dari masa kecil kita. Dulu, kita bermain di lapangan, bercanda bersama teman, dan berbagi nilai-nilai kebersamaan. Kini, anak-anak lebih banyak menghabiskan waktu di depan layar, tenggelam dalam algoritma media sosial yang sering membuat mereka terasing dari dunia nyata.

5 Tips Mendampingi Anak di Era Digital


Mungkin sebagai orang tua, kita sering merasa ragu, “Apakah nilai-nilai yang saya ajarkan masih relevan?” Padahal, justru di tengah perubahan ini, kita perlu kembali ke akar budaya Nusantara. Nilai-nilai yang diajarkan oleh tokoh-tokoh bangsa, seperti Ki Hajar Dewantara, tentang gotong royong, cinta tanah air, dan penghormatan kepada orang tua, masih sangat relevan untuk membangun karakter anak-anak kita.


Lalu, apakah kita sebagai generasi ‘old’ terlalu lebay dalam menyikapinya?


Permasalahan Generasi Digital


Pertumbuhan anak-anak saat ini cenderung serba individualis. Hal ini jauh berbeda dengan suasana guyub yang kita kenal dulu. Media sosial dan algoritmanya kerap membentuk pola pikir yang lebih mengutamakan hiburan instan daripada pengalaman yang nyata. Akibatnya, banyak dari anak-anak kesulitan menemukan tujuan hidup, bahkan merasa terasing di dunia nyata.


Generasi digital tumbuh dengan cepat di era teknologi. Meskipun membawa banyak kemudahan dan hal positif lainnya, era ini juga menghadirkan berbagai tantangan yang cukup signifikan. Salah satu permasalahan utamanya adalah screen addiction atau kecanduan layar. Dampak yang paling besar adalah berkurangnya interaksi sosial secara langsung.


Kemampuan literasi di era digital ini pun mulai menurun. Generasi muda sering terjebak dalam menerima dan menyebarkan informasi yang salah. Ketidakcakapan ini dapat memengaruhi pola pikir mereka dalam mengambil keputusan. Tidak hanya itu, kesehatan mental juga menjadi perhatian, karena penggunaan media sosial yang berlebihan kerap memicu rasa cemas, depresi, kesepian, dan fear of missing out (FOMO).


Tips Mendampingi Anak di Era Digital


Untuk mengatasi permasalahan yang ditimbulkan ini, penting bagi orang tua untuk mendidik anak-anak mengenai etika bermedia. Penggunaan teknologi secara sehat akan membantu anak-anak mengenal pentingnya menjaga keseimbangan antara dunia maya dan nyata.


  1. Bangun tradisi ngobrol tanpa gadget

Ajak anak-anak untuk berbincang bersama tanpa kehadiran gadget. Aktivitas ini dapat dilakukan saat makan bersama atau di saat sedang santai Buat sesi ngobrol yang membahas tentang hari mereka, pikiran, atau bahkan mimpi-mimpinya. Lakukan dengan konsisten tetapi santai sehingga akan menjadi sebuah kegiatan rutin keluarga.


  1. Mengenalkan budaya dan sejarah lokal

Nilai-nilai luhur dalam budaya Indonesia dan daerah dapat menjadi “penjaga” di antara gempuran pengaruh asing dari media sosial. Orang tua dapat mengajak anak menghadiri acara budaya atau mengenalkan cerita-cerita daerah. Ini akan membantu anak-anak menghargai kebersamaan dan cinta tanah air. Bahkan, orang tua juga dapat memasukan unsur budaya dalam percakapan sehari-hari, yaitu menggunakan bahasa daerah.


  1. Beri kesempatan kepada anak untuk mengekspresikan diri

Dalam dunia digital, anak lebih sering menerima informasi daripada berpikir secara mandiri. Bantu mereka untuk mengenali suara hati sendiri dan memahami apa yang benar-benar diinginkan, tanpa harus terpengaruh tren atau apa yang viral. Selanjutnya, hal paling penting dari orang tua adalah memberikan ruang dan dukungan terhadap ekspresi anak. Berhentilah memberi komentar atau reaksi negatif lain yang dapat menciutkan jiwa anak.


  1. Dukung untuk bergabung dengan kegiatan komunitas dan sosial

Beri kesempatan kepada anak untuk masuk ke dalam komunitas dan mengikuti berbagai kegiatan sosial. Hal ini akan memberi stimulasi kesadaran bekerja sama dan empati. Kegiatan ini dapat memperkuat keterikatan mereka dengan lingkungan sekitar yang positif dan mengurangi rasa kesepian.


  1. Berikan teladan yang baik

Anak-anak cenderung meniru perilaku orang tua. Maka dari itu, ketika orang tua dapat menunjukkan rasa hormat, kebersamaan, dan sikap saling menghargai, mereka pun akan belajar dari contoh tersebut.


Selain mendampingi mereka, penting juga untuk mengajarkan bahwa media sosial bukanlah tempat untuk menyelesaikan permasalahan. Ajarkan mengenai keterbukaan sehingga anak-anak dapat berbicara dengan leluasa tentang perasaan dan pikirannya kepada orang tua. Anak-anak juga perlu belajar bahwa kebahagiaan sejati tidak datang dari jumlah “like” di media sosial, tetapi dari hubungan yang nyata dan saling peduli.


Namun, sebelum menjadi pendamping bagi anak-anak, alangkah lebih baik jika orang tua dapat terlebih dahulu untuk bijak menggunakan media sosial. Siap, Bu? Semangat!


***Gambar dibuat dengan menggunakan aplikasi Bing Image Creator


Peran Ibu dalam Parenting Anak Dewasa, Antara Dukungan dan Kemandirian

Selasa, 05 November 2024

Peran ibu itu sepanjang masa. Tidak ada istilah berhenti menjalankan kewajiban walau anak-anak sudah besar, bahkan saat mereka memasuki masa berumah tangga. Benar, kan, Bu?

Peran Ibu dalam Parenting Anak Dewasa, Antara Dukungan dan Kemandirian

Tugas mendampingi anak-anak tetap akan menjadi prioritas. Namun, pendekatan dan caranya harus dapat disesuaikan dengan perkembangan usia mereka. Waktu anak-anak masih kecil, ibu lebih banyak melayani secara langsung. Seiring berjalannya waktu, ibu akan mulai mengajarkan kemandirian. Hingga pada akhirnya, mereka akan tumbuh besar dengan pribadi yang penuh tanggung jawab. 


Ibu merupakan sosok yang paling dekat dengan anak-anak. Maka sudah seharusnya ibu mendengarkan, memberi ruang untuk anak mengeksplorasi dirinya, dan tetap siap memberi saran saat diperlukan. 


Tantangan dalam Parenting Anak Dewasa

Bertambah usia anak, maka strategi orang tua dalam mendampingi mereka pun harus disesuaikan. Apalagi ketika anak sudah beranjak dewasa. Mereka sudah memiliki pemahaman dan keinginan yang lebih luas serta beragam. Konflik kerap terjadi saat orang tua tidak dapat mengidentifikasi tantangan yang akan dihadapi saat anak beranjak dewasa.


1. Melepas keterikatan emosional 

Mendampingi mereka setiap saat, mulai dari dalam perut hingga dewasa tentu membuat ikatan emosi ibu dan anak sangatlah kuat. Namun, penting bagi ibu untuk memahami bahwa anak-anak juga butuh belajar menghadapi hidup dengan cara mereka sendiri. Anak yang terlalu dikekang justru akan menunjukkan ketidakmandirian hingga dewasa. Jika ini dibiarkan, tentu akan memberi dampak tidak baik karena mereka tidak akan memiliki rasa tanggung jawab sehingga akan terus bergantung kepada orang tua.


2. Komunikasi yang dewasa  

Cara berkomunikasi dengan anak dewasa tentunya berbeda dengan saat mereka masih kecil. Dulu ibu sering memberi larangan, perintah, dan mengontrol semua kegiatan anak. Saat mereka dewasa, cara itu sudah tidak relevan lagi. Mereka akan lebih mudah mendebat sesuatu yang tidak sesuai dengan pikiran atau keinginannya. Di sinilah sering terjadi konflik ketika ibu dan anak-anak sama-sama mempertahankan egonya.


3. Menghadapi masa pubertas

Saat anak-anak memasuki masa pubertas, ada beberapa perubahan secara fisik dan emosional. Perubahan ini sering menjadi permasalahan bagi anak dan orang tua karena ada perbedaan yang cukup signifikan. Banyak anak-anak yang memasuki usia pubertas mengalami bingung dan cemas. Ketika mereka tertutup kepada itu, masalah baru mungkin saja terjadi. Mereka berpotensi keluar dari pengawasan orang tua dan menjadi asing bagi keluarga.


4. Menemani anak menuju pernikahan  

Ketika anak menjadi dewasa, tentu orang tua harus memperhatikan fase yang lebih besar selanjutnya, yaitu pernikahan. Peran ibu kembali diuji. Kecemasan sering muncul karena merasa harus ‘melepas’ anak untuk bersama orang lain. Beberapa orang tua merasa khawatir dengan calon pasangan anak. Sikap kehati-hatian pun kerap muncul dan justru berpeluang menjadi masalah bagi anak. Jika tidak segera diatasi tentu saja akan menjadi permasalahan besar yang akan menghambat masa depan mereka.


Tips Parenting Anak Dewasa


1. Jaga keseimbangan antara dukungan dan kebebasan

Semakin dewasa seorang anak, tentu pendiriannya pun akan semakin keras. Ibu yang bijak akan tahu waktu untuk membantu dan saat harus melepaskan. Tawarkan saran, tetapi biarkan anak dewasa belajar mengambil keputusan, bahkan jika itu berarti membuat kesalahan. Pada intinya, orang tua harus memberi kepercayaan dengan tetap memberi pengawasan kepada mereka.


2. Utamakan diskusi 

Pola pikir anak yang sudah dewasa dipengaruhi oleh pengalaman mereka di dunia luar. Mungkin saja terjadi perbedaan dengan pengalaman orang tua. Diskusi adalah cara tepat untuk dapat memberikan arah yang benar dibanding dengan perintah atau larangan. Dengan cara mendengarkan dan memberi kesempatan anak-anak berbicara akan membuat mereka menjadi manusia dewasa seutuhnya.


3. Tunjukkan rasa percaya dan hargai privasi

Anak dewasa ingin dihargai sebagai individu yang mandiri. Walau sering merasa cemas, sebaiknya ibu menghindari kontrol yang terlalu ketat atau selalu ingin tahu tentang setiap detail hidup mereka. Beri rasa percaya dan menghargai privasi agar hubungan ibu dan anak tetap kuat walau mereka sudah dewasa.


4. Persiapkan mental saat anak menikah 

Saat anak memutuskan untuk menikah, persiapkan diri untuk menghadapi berbagai emosi, mulai dari kebahagiaan hingga kekhawatiran. Ingatlah bahwa peran ibu adalah sebagai pendukung dan panutan. Berikan dukungan tanpa tekanan, dan usahakan untuk bersikap netral terhadap pilihan pasangan mereka. Ini adalah momen di mana ibu menjadi ‘teman’ yang bisa mereka andalkan tanpa merasa dihakimi atau diberi ekspektasi berlebihan. Tunjukkan kesiapan orang tua untuk menerima pasangan anak dengan hangat, sehingga mereka merasa nyaman untuk selalu pulang dan berbagi cerita.


5. Ajari nilai-nilai hidup yang akan menjadi bekal 

Sebagai ibu, memberikan nilai-nilai yang bisa menjadi pegangan hidup adalah sebuah kewajiban. Ajarkan mereka untuk bertanggung jawab, empati, dan kejujuran. Ini akan menjadi bekal bagi anak-anak untuk menghadapi berbagai tantangan dalam hidup. Anak mungkin tidak selalu mendengarkan, tetapi nilai-nilai ini biasanya melekat dan akan muncul ketika mereka menghadapi tantangan.


Membersamai anak yang sudah beranjak dewasa memang banyak sekali dinamikanya. Kesiapan ibu untuk melepas anak-anak mengarungi kehidupan nyata akan turut membentuk pribadi mereka menjadi lebih baik. Memang tidak mudah, tetapi cinta ibu akan selalu ada untuk menemani anak-anak hingga mereka benar-benar mandiri dan menemukan kehidupan yang baru. 


Ibu adalah sosok yang pertama kali memberikan edukasi tentang pubertas. Informasi yang benar harus dapat disampaikan dengan bahasa yang mudah dimengerti. Sampaikan tentang perubahan fisik dan emosional yang anak-anak alami, sehingga mereka tidak merasa asing atau malu.


***Gambar dibuat dengan menggunakan aplikasi Bing Image Creator