Banyak Cinta Untuk Nane

Kamis, 26 Maret 2020



Sikap manja hanya akan buat masalah di masa depan.

Hal itu yang terlintas dalam benak. Mengurus dua anak kembar sendiri memang sebuah tantangan besar. Bukan hanya soal membesarkan, mengasuh dan mendidik, tapi ada tempaan mental juga yang harus dilalui. Banyak hal yang harus disikapi dengan dewasa setelah Nane lahir, terutama soal berhubungan dengan dua keluarga besar.

Kehadiran anak-anak akan memberi warna baru dalam pernikahan. Kedua bocah kecil ini langsung menjadi pusat perhatian dan curahan kasih sayang. Semua anggota keluarga besar berlomba menunjukannya dengan sikap dan perilaku.

Pemberian kasih sayang yang berlimpah ini memberi dampak positif dan negatif bagi Nane. Keluarga lain sering mengapresiasikan perhatiannya yang kadang berbeda dengan pola asuh yang diberikan. Memang tak ada yang salah, tapi jika hal ini tidak disikapi dengan baik maka akan memberi kebingungan pada anak dan berdampak yang kurang baik.

Contoh pertama adalah soal gendongan. Mereka berdua jarang digendong, karena merasa kerepotan jika harus sering dilakukan keduanya,walaupun itu bergantian. Bobot mereka yang terus bertambah jelas membuat kami kewalahan jika harus biasakan menggendong. Waktu berusia 2 tahun saja berat keduanya itu masing-masing 17 kg. Bisa dibayangkan jika harus menggendongnya terus menerus.

Jika Nane mau tidur atau nangis, saya cukup menemani dan memeluknya, mereka sudah bisa tenang. Sesekali memang digendong, hanya saja tidak dalam waktu yang lama dan tentunya harus bergantian agar tidak ada kecemburuan. Pembiasaan ini harus kami lakukan karena di rumah hanya ada dua orang dewasa yang harus bergantian menjaga Nane. Maka langkah ini diambil untuk memudahkan dalam pengasuhan.

Pembiasaan ini terasa sekali manfaatnya. Nane mulai sedikit lebih mandiri, tidak rewel dan bisa diarahkan. Mulai dari bangun tidur dan  melakukan aktivitas sehari-hari mereka tidak mudah menangis atau merengek karena ingin digendong. Semua bisa dikondisikan dengan baik sehingga semua berjalan dengan lancar dan tenang.

Gendongan sering dijadikan hadiah jika mereka dapat melakukan hal positif. Misalnya minum susu pakai gelas, memasukan mainan dalam keranjang atau berbuat baik di antara mereka. Gendongan selama hitungan sepuluh akan membuat mereka bahagia dan termotivasi untuk mengulang prestasinya.

Tapi hal ini tidak berlaku ketika sudah banyak orang. Saat kami berkunjung ke rumah Emak atau keluarga lain yang datang menengok, sudah tentu ada perlakuan yang berbeda. Nane jadi lebih sering digendong dan dimanja.

Bukan hanya soal gendongan, tapi banyak hal lain yang akan berubah. Nane seakan mendapat kebebasan untuk meminta atau melakukan apapun sesuai kehendaknya dengan mendapat persetujuan dan bantuan dari yang lain. Walau masih kecil, ternyata mereka dapat mengingat hal yang dilarang atau belum diberikan oleh kami. Inilah yang akan mereka minta pada keluarga lain saat bertemu.

Misalnya ada aturan yang awalnya tidak boleh menjadi boleh. Keinginan yang dibatasi menjadi bebas. Atau hal yang tidak biasa dilakukan jadi bisa dilakukan.

Memang tidak ada yang salah, saya juga sangat senang karena merasa ada kesempatan untuk sedikit beristirahat mengasuh Nane. Tapi semua akan menjadi masalah saat kami harus kembali mengasuh berdua. Tidak jarang Nane menjadi sedikit rewel karena kehilangan rasa nyaman dengan sikap manja yang diberikan oleh keluarga lain.

Nane juga seakan miliki pelarian, jika tidak diizinkan atau diberikan sesuatu oleh kami maka akan menunggu bertemua dengan keluarga lain untuk mendapatkannya. Ini sudah kami sadari sejak awal, tapi masih memaklumi karena dalam batas wajar. Akhirnya dibiarkan mengalir apa adanya saja.

Namun ujungnya saya mulai rasakan ada yang tidak beres. Anak-anak jadi seperti belajar memanfaatkan, dan adanya sikap tidak konsisten. Terutama jika berhubungan dengan pembiasaan sikap perilaku.

Misalnya, ketika Nane dilarang makan es atau permen karena sedang kurang sehat. Mereka akan nurut dan tidak protes. Tapi ketika ada keluarga lain, mereka akan meminta dan merajuk. Sudah pasti pembelaan dan juga sikap over manja akan diberikan.

Atau pada saat makan. Nane sudah terbiasa makan sendiri sambil duduk. Walau berantakan, tapi saya selalu berushaa untuk bersabar dan terus ajarkan mereka untuk bisa lebih rapi. Tapi lain halnya ketika ada uyut atau neneknya. Mereka akan menyuapi Nane, dan kedua anak ini pun akan bebas makan sambil jalan kesana kemari.

Ini cukup merepotkan saat saya harus mengasuhnya sendiri. Kedua anak yang sudah semakin lincah ini akan semakin aktif jika tidak diberi bimbingan untuk melakukan kebiasaan yang baik sejak dini. Jika ada ketidaksamaan dalam pola asuh, tentu ini akan berdampak kurang baik.

Tentu pengenalan pembiasaan itu harus bertahap dan dikenalkan dengan cara yang tidak memaksa. Saya lebih sering mengarahkannya sambil bermain, sehingga mereka tidak merasa sedang diajarkan aturan. Biasanya saya suka sampaikan sambil bercerita saat mereka sedang bermain atau mau tidur. Menurut saya, ini adalah cara paling efektif untuk memasukan kalimat positif pada mereka.

Memang sulit menjelaskan pada Nane yang masih kecil, tapi dengan disampaikan dengan bahasa sederhana, mereka pun mulai paham. Walau masih kecil, Nane juga bukan hanya harus diterapkan soal aturan, tapi juga soal konsisten. Inilah PR terbesar kami, menjaga konsisten anak-anak dan diri sendiri.

Belum lagi saat ada dalam lingkungan keluarga besar. Tentu hal yang harus dilakukan adalah mengajak mereka untuk bekerja sama. Ini akan menjadi hal yang harus dipikirkan dengan baik. Masalahnya, tidak semua orang akan miliki persepsi yang sama dengan pola asuh yang diterapkan meskipun itu keluarga sendiri. Apalagi meminta agar mereka ikuti cara yang sudah dilakukan, pasti butuh cara yang tepat.

Satu hal yang dapat ditempuh adalah dengan mengajak mereka berdiskusi. Menyampaikan apa tujuan dan bagaimana langkah yang diambil. Ini akan sedikit membantu untuk mereka paham dengan pola asuh yang kami pilih.

Sedikit demi sedikit akhirnya mulai terjadi perubahan. Walau tidak seratus persen, tapi sangat bersyukur dengan respon positif dan juga kerja sama yang dilakukan. Perbedaan pasti akan selalu ada, tapi tidak berujung pada ketidaknyamanan. Satu yang paling penting, lingkungan Nane semakin kondusif untuk dapat tumbuh sesuai dengan perkembangan usianya.

Nane, kalian tumbuh di keluarga besar yang penuh cinta kasih. Sayangi dan hormati mereka seperti sikap kalian pada Abah dan Ummi. Uyut, Ibu, Enin, Aki, Om, Tante, Aa dan semua yang sudah hadir adalah guru dan orang terdekat yang kelak akan selalu ada untuk kalian.

Jadikan kasih sayang mereka sebagai benteng dan semangat untuk terus meraih cita-cita. So, keep loving us, ya Nane...


Mengubah Kebiasaan Baik Menjadi Lebih Baik Pada Anak

Jumat, 20 Maret 2020

Foto: suara.com

Wabah virus Corona yang terjadi saat ini memang membuat khawatir semua orang. Berbagai upaya dilakukan atas kesadaran sendiri untuk mencegah dan menjaga kesehatan agar tak terjangkit penyakit yang satu ini. Informasi yang beredar juga semakin beragam, dan semua harus disikapi dengan bijak.

Himbauan pemerintah untuk melakukan isolasi diri pun keluar sebagai upaya untuk memutuskan mata rantai penyebaran virus ini. Memang tak semua dapat melakukannya dengan berbagai alasan, tapi semoga upaya lain dapat dilakukan, diantaranya yaitu mengubah kebiasaan baik menjadi lebih baik.

Mengubah kebiasaan ini harus dilakukan oleh semua orang, termasuk anak-anak. Saat ini mereka sedang melakukan kegiatan belajar di rumah. Maka tugas orang tua harus dapat menyampaikan pada anak atas situasi dan kondisi Indonesia saat ini.
Foto: elevania.co.id
Memberi Pemahaman
Pola pikir anak akan dipengaruhi oleh tumbuh kembang usianya. Saat orang tua menjelaskan tentang virus Corona atau kondisi saat ini tentu harus disesuaikan dengan kemampuan nalar, bahasa dan cara yang tepat. Penyampaian yang bijak pun harus diberikan agar anak tidak menjadi bingung atau paranoid.

Berikan contoh kongkrit dan fakta yang tepat sesuai dengan pola pikirnya. Penjelasan pada anak usia dini atau Sekolah Dasar tentu akan berbeda dengan anak usia remaja atau dewasa. Hindari juga ungkapan-ungkapan yang dapat membuat anak merasa resah. Cobalah memberi motivasi untuk menjaga kesehatan dan mengisi kegiatan sehari-hari dengan hal positif.
 
Foto: islampos.com
Kuatkan Mental Anak
Situasi Indonesia saat ini yang sudah mengkhawatirkan tentu membuat semua orang cemas. Namun hindarilah kepanikan yang berlebihan pada anak. Hal ini akan menimbulkan keresahan dan mungkin saja berdampak pada psikologis mereka.

Tunjukanlah ketegaran, berpikir positif, sabar dan juga sikap ikhtiar pada anak agar mereka juga turut termotivasi. Apapun kondisinya, orang tua akan selalu menjadi teladan bagi anak-anak di rumah. Maka kuatkanlah mental anak dengan memberi contoh dan memberi motivasi untuk sabar melalui ujian ini.
 
Foto: kendaripos.com
Tingkatkan Ibadah
Suasana yang membuat tidak nyaman ini tentu membuat hati kita tidak tenang. Gelisah, bingung dan ketakutan merupakan reaksi yang wajar sebagai manusia ketika menghadapi wabah penyakit yang telah banyak menelan korban jiwa ini. Namun kembali lagi, bahwa hanya Allah satu-satunya tempat kita berlindung.

Saat ini semua keluarga sedang berkumpul, dapat dijadikan momen kebersamaan untuk melakukan ibadah bersama. Shalat, berdoa, dan dzikir bersama dapat dilakukan lebih sering lagi. Selain meningkatkan kualitas kebersamaan, cara ini paling efektif untuk kembali saling menguatkan iman dan taqwa.
Foto: katadata.co.id
Pembiasaan Baru
Penyebaran virus Corona yang tak pandang bulu ini membuat semua orang harus tetap waspada. Walau masih dalam lingkungan rumah pun tetap harus menjaga sikap dan perilaku hidup sehat. Mengubah kebiasaaN tentu bukan hal yang mudah, tapi kebersamaan dalam keluarga akan dapat mendorong terbentuknya pola baru yang lebih baik lagi.
  • Selalu mencuci tangan menggunakan sabun

Anak-anak mungkin sudah terbiasa mencuci tangan dengan sabun. Namun kali ini harus kembali ditingkatkan agar dapat terjaga kebersihannya. Ingatkan mereka untuk mencuci tangan lebih sering, terutama setelah memegang benda-benda.
  • Tidak cium tangan

Budaya cium tangan yang selalu dilakukan anak atau orang lebih muda terhadap orang lebih tua sudah tertanam sejak kecil. Maka hal ini harus dihindari, bahkan dihentikan. Beri pemahaman pada anak, bahwa hal ini bukan karena tidak sopan, tetapi untuk menghindari sentuhan fisik yang terbukti sebagai jembatan penyebaran Covic-19.
  • Adab saat batuk atau bersin

Anak-anak telah mengenal adab saat bantuk atau bersin, yaitu menutupnya. Saat ini harus kembali diingatkan untuk menutupnya dengan menggunakan tisue dan segera mencuci tangan dengan sabun sesudahnya.
  • Menggunakan alat pribadi

Orang tua pasti sudah memberi fasilitas pada setiap anak-anaknya. Mulai dari pakaian, peralatan sekolah, makan, minum, hingga perlengkapan beribadah. Biasakan anak untuk selalu menggunakan alat pribadinya dan tidak meminjamkan pada orang lain. Tanamkan juga bahwa hal ini bukan dalam rangka menjadikannya pelit atau egois, namun untuk mencegah terjadinya hal yang tidak diinginkan.
  • Memilih makanan sehat

Asupan gizi akan menjadi salah satu kunci menguatnya daya imun. Kembali ingatkan pada anak-anak untuk memilih makanan yang sehat. Walau sedang full kegiatan dalam rumah, menjaga makanan tetap harus dilakukan agar tubuh terjaga dari serangan penyakit.


Upaya-upaya ini hanya sebagian kecil yang dapat dilakukan oleh orang tua untuk mengenalkan Covic-19 dan penanganannya pada anak. Mengajak mereka untuk terlibat dalam mencegah tertularnya virus ini. Yaitu dengan mengubah kebiasaan baik menjadi lebih baik lagi tanpa menciptakan kepanikan ataupun ketakutan berlebih pada anak.

Semoga keadaan ini cepat berlalu dan normal kembali. Mendekatkan diri pada Sang Pencipta adalah sebuah keharusan mutlak agar semua mendapat perlindungan. Aamiin.

Kalian Memang Keren!

Minggu, 15 Maret 2020


Orang dewasa saja sulit mengubah kebiasaan yang sudah buat nyaman, apalagi anak kecil?

PR besar buat saya adalah ketika melepas kebiasaan minum dot Nane. Banyak orang bercerita masa ini merupakan hal sulit. Sama halnya dengan melepas ASI, butuh usaha yang tepat dan hati-hati agar anak tidak merasa trauma.

Beberapa kasus yang terjadi anak memang berhasil lepas dari ASI atau dot, tapi efeknya malah tidak mau minum susu. Ini terjadi karena ada trauma saat melepas anak minum ASI atau dot. Sehingga dalam benaknya susu adalah sesuatu yang tidak enak, dan akhirnya mogok minum susu lagi.

Jelas hal ini tidak mau terjadi pada Nane. Saya hanya inginkan mereka berhenti minum susu menggunakan dot dan mulai minum menggunakan gelas. Saya mulai berpikir bagaimana cara yang tepat.

Langkah pertama adalah dengan menyediakan gelas minum khusus bayi dengan berbagai bentuk dan gambar agar menarik. Lalu mulai membiasakan mereka untuk minum dengan menggunakannya saat siang. Sementara malam hari, saya masih beri izin mereka untuk menggunakan dot.

Saat itu Nane sudah sering dibacakan cerita sebelum tidur. Saya sering selingi dengan cerita cara yang baik untuk minum susu, mengajak mereka menggunakan gelas, dan motivasi lainnya agar mereka sadar bahwa usianya sudah besar dan tidak butuh dot lagi.

Masih butuh usaha, nyatanya saat dot sudah berlubang besar bahkan nyaris putus, mereka tetap saja menikmati dotnya. Saya pikir biarlah perlahan saja, karena ingin Nane berhenti dengan sendiririnya. Mungkin butuh waktu sebentar lagi.

Ternyata benar tak lama dot Ana putus. Saya tidak menggantinya dan biarkan dia minum dengan dot yang bolong itu. Sudah pasti kesulitan. Sering tumpah dan dia pun jadi tidak nyaman sendiri.

Kesempatan ini saya gunakan untuk mulai membujuknya minum dengan menggunakan gelas atau sedotan. Berhasil, Ana mau minum. Tapi yang jadi masalah adalah saat Ane menggantung dot di mulutnya.

Dasar bocah, rebutan pun terjadi. Mau tidak mau saya juga harus menemukan cara untuk melepaskan dot Ane dalam waktu yang bersamaan. Diam-diam saya robek dot Ane hingga robek.

Baca juga:  Semua Tak Pernah Sama

Saat mengetahui dotnya juga bolong, Ane menangis dengan hebat. Saya kewalahan untuk menghentikannya. Memang Ane ini kalau nangis lebih lama dari Ana. Akhirnya dia diam sendiri karena capek. Bujukan pun dilakukan agar Ane mau mengguankan gelas, dan berhasil.

Menjelang malam hari, kami sedikit panik. Ini pasti akan menjadi malam yang panjang. Anak-anak pasti akan sedikit gelisah karena terbiasa minta dot susu tengah malam. 

Benar saja, menjelang tengah malam salah satu terbangun dan menangis karena minta susu. Mendengar tangisan, anak yang satu terbangun dan meminta hal yang sama. Masing-masing menggendong satu bayi dan berusaha menenangkan mereka hingga tertidur kembali.

Ini terjadi hingga beberapa malam. Setiap hari selalu melakukan evaluasi dan mulai mencari cara untuk mensiasati permasalahan yang terjadi jika malam tiba. Nasihat dan motivasi terus diberikan pada Nane saat menjelang tidur.

Harapannya adalah agar semua pikiran positif yang masuk saat kondisi yang tenang akan terekam dalam alam bawah sadarnya. Selain itu membiasakan minum susu 30 menit sebelum tidur pun mulai dibiasakan agar mereka tidak merasa haus saat tengah malam.

Alhamdulillah, dalam waktu lima hari, mereka berdua berhenti bergantung pada dot saat tidur dan tetap mau minum susu menggunakan gelas.

Saat itu Nane masuki usia 2,5 tahun. Setelah berhasil melepas dot, target saya selanjutnya adalah mulai biasakan mereka untuk tidur di kamar terpisah. Melihat perjuangan melepas dot yang luar biasa, kami pun membayangkan proses ini akan berlangsung lebih lama dan menantang. Tapi itu tak menyurutkan niat, karena saya yakin ini adalah yang terbaik untuk Nane.

Langkah pertama yang dilakukan adalah semua pindah kamar. Kami tidur di ruang TV dengan menggelar kasur pada malam hari. Suasana dibuat aman sehingga mereka tetap nyaman tidur.

Mereka tidak protes, malah seperti yang senang karena bisa tidur sambil nonton. Sementara itu, kami sibuk menyiapkan peralatan di kamar Nane. Mulai dari tempat tidur, kasur, selimut, sprei, lemari dan smeua pernik yang akan membuat mereka merasa betah.

Anak-anak pun mengetahui persiapan ini, dan sering dilibatkan untuk memilih warna atau barang kesukaannya. Bahkan posisi tempat tidur pun kami beri pilihan pada mereka. Siapa yang mau tidur di atas atau di bawah. Kebetulan saat itu kami membeli tempat tidur susun yang tidak tinggi.

Hingga semua persiapan selesai, kami pun mulai mengajak mereka tidur di kamar. Sekarang, semua pindah tidur ke kamar Nane. Lagi-lagi tidak ada protes, mereka merasa nyaman dan senang sekali dengan kamarnya. Selama beberapa hari keadaan ini berlangsung, sambil terus diberi motivasi melalui cerita tentang berani tidur berdua.

Langkah selanjutnya adalah mulai membiasakan Nane tidur siang berdua di kamar. Setiap mereka bangun, selalu diberi pujian dan diarahkan untuk mau tidur malam berdua saja. Memberi kepercayaan bahwa abah dan ummi akan selalu menjaga mereka.

Malam pertama pun mulai dicoba. Mereka semangat sekali untuk tidur berdua. Semua persiapan dilakukan. Kami mengantar ke kamar, lalu berbagi cerita hingga mereka tertidur.

Jelang tengah malam, teriakan terdengar. Kami berlomba masuk kamar sebelah. Tenyata kedua anak sudah duduk. Mereka terlihat menahan tangis karena takut. Saya jadi tidak tega sendiri melihat mereka. Lalu menjadi ragu, apakah ini saat yang tepat?

Keesokan harinya kami berdiskusi. Saya bermaksud mengurungkan niat untuk mengajarkan Nane tidur terpisah. Rasanya tidak tega harus melihat mereka tidur berdua saja. Tapi abahnya Nane mengingatkan kalau ini adalah proses yang harus dilalui, sehingga harus kuat dan beri dukungan pada Nane untuk bisa melewati masa ini.

Akhirnya saya pun menguatkan diri lagi. Malam kedua kami mencoba kembali. Ritual yang sama dilakukan. Mengantar mereka naik tempat tidur, membacakan cerita, berdoa, lalu menunggu mereka hingga terlelap tidur. Sering kami sampaikan kalau kami selalu ada dan Nane bisa panggil kapanpun jika membutuhkan.

Kali ini tangisan yang terdengar menjelang dini hari. Saya kaget bukan main menemukan Ane yang duduk sambil menangis. Rupanya Ane jatuh dari kasur. Ketika diperiksa bagian mana yang sakit, alhamdulillah tidak ada yang terluka. Mungkin hanya kaget saja. Akhirnya kembali habiskan sisa malam dengan menemani anak-anak tidur.  

Malam ketiga, empat, lima hingga selama dua pekan kami terus mengulang kejadian serupa. Tapi tidak mau menyerah. Apa yang sudah berjalan hanya butuh kesabaran dan kesempatan agar Nane dapat terbiasa.

Hingga akhirnya Nane dapat melewati malam dengan tenang. Mereka sudah tidak bangun dan menangis saat tertidur. Bahkan saat pagi hari pun mereka terlihat ceria. Mungkin mereka sudah merasa nyaman tidur berdua di kamar.

Apresiasi berupa pujian diberikan sebagai motivasi agar mereka konsisten dengan prestasinya ini. Nane pun diberi hadiah berupa boneka yang bisa dibawa tidur. Nane sangat bahagia dan menjadi semangat untuk tidur di kamar sendiri.

Nane, kecemasan Ummi akhirnya terbayar dengan banyaknya keberhasilan yang kalian lakukan. Mulai dari melepas dot dan tidur sendiri, itu adalah sesuatu yang luar biasa. Semangat dan kepatuhan kalian menjadi modal yang kuat untuk melewati semua masa sulit.

Semoga semakin banyak prestasi yang dapat diraih. Untuk Ummi, kemandirian dan kematangan sikap perilaku merupakan nilai tertinggi dalam sebuah proses untuk berubah menjadi lebih baik. Itu semua dapat dilakukan bertahap dan dengan penuh kesabaran.

Jadi, hingga kapanpun selalu semangat untuk mencoba dan taklukan tantangan ya, Nak.




Semua Tak Pernah Sama



Usia satu hingga dua tahun merupakan masa keajaiban bayi yang dapat dilihat secara nyata. Pertumbuhan mereka yang signifikan akan ditandai dengan berbagai kepandaian yang dapat dilakukan oleh bayi secara bertahap sesuai dengan perkembangan usianya. Bayi yang pada awalnya hanya bisa terbaring, maka seiring waktu akan dapat bergerak hingga berpindah tempat.

Begitu juga dengan Nane, mereka menunjukkan perubahan yang sesuai dengan tumbuh kembangnya. Mulai dari duduk, merangkak, berdiri, merambat hingga berjalan. Kami menikmati proses perubahan itu dan selalu merasa terkagum dengan keajaiban semuanya.

Kembar memang tak selalu sama, ini juga jelas terlihat dari setiap perkembangannya. Antara Ana dan Ane selalu ada selisih waktu dalam pencapaian kegiatan yang dilakukan. Padahal perlakuan yang diberikan pasti sama. Tapi inilah yang kembali membuktikan bahwa tak ada yang sama di dunia ini, bahkan kembar sekalipun.

Saat itu Nane sedang tertidur pulas, saya menyempatkan diri untuk mencuci. Letak kamar mandi yang tidak jauh dari kamar membuat saya masih bisa bolak balik memantau keadaan mereka. Tiba-tiba terdengar suara.

Bergegas saya menuju kamar, dan sungguh kaget luar biasa ketika melihat Ana yang sudah duduk dengan posisi yang belum benar. Salah satu tangan menopang badannya di bantal, dan badannya bersender di guling. Dia tersenyum lebar ketika melihat saya.

Sementara Ane juga melihat Ana dengan senyum yang lebar juga dengan posisi tidur. Kepolosan wajah mereka saat bangun tidur dengan ekpresi bergembira itu langsung membuat saya ikut tersenyum dan memburu Ana. Saya khawatir dengan tubuhnya yang masih belum kuat duduk sendiri.  
Saat itu usia mereka menginjak 5 bulan. Belum terlalu banyak pergerakan berarti selain berguling di atas kasur atau karpet. Kejadian Ana duduk sendiri ini tentu membuat kaget karena sebelumnya dia bisa duduk dengan bantuan, dan selalu dijaga agar tidak jatuh.

Tapi rupanya bayi punya insting untuk belajar mencoba sendiri. Sejak saat itu, Ana semakin terampil duduk sendiri dan mulai dapat memposisikan dengan benar. Ana yang duduk  sering bermain dengan Ane yang masih dalam posisi tertidur, telungkup atau duduk dalam pangkuan.

Tapi ini tak berlangsung lama, karena dua pekan kemudian Ane juga sudah dapat duduk sendiri. Sama, kejadian ini juga terjadi saat bangun tidur. Saya terbangun karena mendengar suara mereka yang sedang bermain, dan kaget ketika melihat posisi kedua anak itu sudah duduk saling berhadapan.

Bahagia sekali melihat mereka bermain seperti itu. Pipi chubby mereka menjadi landasan cubitan dan ciuman gemas karena kelucuan mereka yang sudah duduk dan ngobrol dengan bahasa bayi berdua. Sejak saat itu semua menjadi lebih mudah. Mulai membiasakan mereka untuk makan dan minum sendiri sambil duduk.

Sekitar usia 7 bulan, lagi-lagi Ana menunjukan perkembangan lebih cepat. Kali ini dia dapat merangkak untuk mengambil mainan. Saat itu saya melihat prosesnya yang sedang mengangkat tubuh, lalu menggerakan tangan untuk maju perlahan.

Memang butuh sedikit bantuan, tapi akhirnya dia berhasil mencapai mainan itu setelah beberapa kali roboh. Mungkin karena otot tangan dan bahunya belum kuat. Tapi semangat mencobanya terus muncul tiap kali melihat mainan boneka yang disukainya.

Tak butuh waktu terlalu lama untuk Ane menyusul keterampilan Ana merangkak. Keesokan harinya, Ane juga mulai dapat mengangkat badannya. Perbedaannya adalah saat itu Ane memang diajarkan.
Setelah melihat Ana yang dapat merangkak perlahan membuat saya berniat untuk ajarkan Ane juga. Dan berhasil, ternyata Ane juga dapat merangkak. Mereka berdua mulai mengeksplorasi gerakannya di atas karpet secara bersamaan. Alhamdulillahh.

Yeeeeaaaaayy! Asyiknya melihat dua bayi bergerak kesana kemari. Kegiatan bermain pun semakin seru, karena mereka semakin lincah bergerak. Bahkan penjagaan pun harus ditambah dua kali lipat, karena kali ini mereka sudah dapat berpindah posisi dengan cepat.

Baca juga: Kalian Memang Keren

Ruangan dirapikan, tidak ada banyak barang yang dapat mengganggu ruang gerak mereka. Lantai selalu dibersihkan agar mereka nyaman untuk merangkak. Satu hal yang paling penting adalah memberi penghalang sebagai batas teritori ruang gerak mereka.

Jika tidak seperti itu, Ana pernah merangkak hingga mau masuk kamar mandi dan Ane menuju dapur!

Bulan berikutnya kepandaian bertambah. Kali ini Ane yang memulai. Dia berhasil berdiri dengan menjadikan kursi sebagai pegangan. Saya membantunya untuk kembali berdiri dan sedikit demi sedikit melepasnya beberapa saat.

Badannya sedikit goyang, bahkan terjatuh beberapa kali. Tapi keinginannya sangat kuat. Ane terus mencoba beberapa kali. Bahkan dia terus mencoba hingga akhirnya merasa lelah dan menyandarkan badannya dan kepalanya dengan posisi memeluk kursi. Lucu!

Ternyata sedikit berbeda dengan Ana. Saya baru menyadari kalau Ana sedikit ragu ketika diajarkan untuk berdiri. Walau dipegang, Ana tetap tidak mau melepaskan tangan, meminta untuk terus dipegang.

Bahkan dia tidak tertarik dengan mainan kesayangannya yang saya simpan di atas kursi. Maksudnya sebagai alat pancing, tapi ternyata diabaikan. Sempat heran dan memutar otak bagaimana caranya supaya Ana termotivasi untuk belajar berdiri.

Akhirnya saya berdiri lalu mengangkat Ana dan menyimpan tangannya di betis. Ternyata ini cukup berhasil. Ana mau berdiri tanpa saya pegang lama. Lalu saat dia terjatuh, mau berdiri sendiri.

Akhirnya kedua bayi ini dapat merangkak dan berdiri. Tentu harus lebih siaga lagi memberi pengasuhan. Lagi-lagi barang yang berpotensi bahaya segera diamankan ke tempat yang lebih tinggi dan jauh dari area mereka bermain. Sejak mereka bisa berdiri sendiri, mereka juga secara langsung belajar untuk melangkahkan kaki dengan cara merambat, yaitu menggunakan dinding atau benda lain sebagai penopang.

Ketika anak mulai kuat berdiri dan semakin lincah merambat, saya mulai mengenalkan cara berjalan dengan memegang kedua tangnnya. Mereka sangat semangat. Tak sabar mereka menunggu giliran belajar berjalan ini. Mungkin karena merasa seru dapat mengelilingi ruangan dengan kegiatan yang baru.

Aaaah, jangan tanya bagian punggung yang ngilu atau sakit saat kembali menegakkan badan. Mengajarkan dua balita berjalan dalam waktu bersamaan itu memang sebabkan penyakit encok singgah. Tapi melihat semangat mereka yang meminta jalan membuat saya pun kembali kuatkan hati untuk mengajarkan mereka.

Benar saja, tepat usia sepuluh bulan Ana sudah dapat melangkahkan kakinya untuk pertama kali. Ketika sedang duduk, dia mulai berdiri sendiri. Walau belum bisa ajeg tapi dia lalu melangkahkan kakinya perlahan.

Jatuh, kemudian berdiri  dan mencoba lagi, terus dia lakukan itu. Saya membantu menjaga di dekatnya agar tidak terluka. Hingga pada hari yang sama, dia bisa lakukan beberapa langkah maju. Akhirnya Ana dapat berjalan lancar, sehingga dia lebih mudah bergerak untuk mendapatkan apa yang diinginkan.

Ternyata kemampuan berjalan Ana dan Ane kali ini membutuhkan waktu yang cukup lama. Selama dua bulan, Ane masih belum tertarik untuk belajar berjalan. Dia masih saja asyik dengan rangkakan dan jalan merambatnya. Motivasi dan rangsangan selalu dilakukan, tapi Ane belum mau berusaha dengan kuat.

Suatu saat abahnya Nane sedang menyuapi anak-anak makan dengan nasi tim dan sayur sop. Mungkin karena lama dan Ane sudah tidak sabar, akhirnya dia berdiri dan memulai langkah pertamanya sendiri. Ane berusaha menuju mangkuk yang ada di atas meja.

Melihat kejadian ini spontan kami bersorak, dan ternyata kegembiraan kami ini menjadi semangat Ane untuk mencoba kembali. Sayur sop menjadi alat pancing untuk Ane mau belajar melangkah. Setiap sendok yang diberikan menjadi hadiah dia bisa berhasil berdiri dan berjalan.

Mashaa Allah, sungguh bahagia tak terkira akhirnya melihat mereka bisa berjalan sendiri. Seiring waktu, langkahnya pasti akan semakin kuat. Sudah pasti PR semakin bertambah. Tak boleh lengah dan harus selalu siap dengan setiap kondisi.

Anak yang masih belum stabil gerak dan kekuatannya masih membutuhkan penjagaan yang ekstra. Mereka harus diajarkan melalui pembiasaan-pembiasaan baik yang diterapkan secara kontinue. Orang dewasa harus memberikan pendampingan dengan penuh kasih sayang, agar percaya diri, semangat dan kebahagiaan mereka dapat terjaga.

Setiap bulan selalu menemukan hal baru dalam diri Nane. Baik secara fisik, keterampilan bahkan emosinya. Mereka memperoleh keterampilan gerak dalam waktu yang berbeda, dan ini membuat saya semakin sadar dan yakin bahwa tak ada yang sama di dunia ini.

Pasangan kembar yang selama 32 minggu berada dalam tempat yang sama pun, nyatanya miliki masa yang berbeda untuk memperoleh keterampilan dalam hidupnya. Allah benar-benar telah mengatur setiap kebutuhan manusia dengan sempurna. Tak boleh ada iri, karena semua yang ditakdirkan adalah yang terbaik.

Nane, perbedaan itu akan selalu ada. Bahkan sejak kecil pun kalian adalah berbeda. Tetap menjadi diri sendiri dan saling mendukung satu dengan yang lain. Itu yang akan menjadi bekal agar hubungan persaudaraan kalian semakin erat.

Ummi yakin, kelak jika kalian semakin dewasa akan semakin menemukan banyak perbedaan. Nikmati itu semua dan selalu belajar untuk saling menerima. Yakini kalau Allah sudah berikan garis takdir terbaik untuk kalian berdua.


Kenapa Harus Instan Jika Bisa Alami?

Sabtu, 14 Maret 2020

Ngapain repot sih? Beli aja, lebih gampang.

Iya benar, jika tidak mau ribet memang lebih baik cari yang praktis saja. Cara buat atau pakainya jauh lebih mudah, tempat belinya juga banyak. Tapi setiap orang pasti miliki prinsip yang berbeda. Selain mempertimbangkan kondisi keuangan, saya juga ingin berikan yang terbaik untuk Nane. Menurut saya, alami adalah yang terbaik.

Saya lebih banyak memilih bahan atau peralatan yang alami. Untuk makanan saya pilih bahan dasar yang segar dan sedangkan untuk kebutuhan lain lebih menggunakan alat atau proses alami. Mulai dari popok, makanan dan beberapa hal lain terkait kegiatan saya membesarkan Nane, prosesnya lebih banyak manual dan sederhana.

Sejak lahir, Nane tidak menggunakan pampers. Saya tetap menggunakan popok kain biasa. Walau repot dua kali lipat karena harus mencuci, menyetrika, atau bolak balik ganti popok tiap kali mereka buang air kecil atau besar, tapi saya merasa ini adalah yang terbaik.

Popok kain biasa lebih aman untuk digunakan. Tidak menyebabkan iritasi kulit atau efek samping lainnya. Saya harus menyediakan lebih banyak popok, dan mencuci juga menyetrika lebih sering untuk memenuhi kebutuhan ini. Tapi karena sudah menjadi pilihan, maka harus konsekuen dengan semua resikonya. Toh ini semua untuk kebaikan Nane.

Jangan tanya saat musim hujan tiba. Semua aktivitas pasti menjadi dua kali lipat. Jika memang sudah terdesak karena kehabisan popok, alternatif terakhir adalah dengan menggunakan pampers. Mau tidak mau pampers menjadi alternatif terakhir sambil menunggu popok kering kembali.

Selain pampers, hal lain yang sering dikomentari oleh orang terdekat adalah soal pemilihan bahan makanan pendukung ASI. Sejak Nane usia 6 bulan sudah saya beri makan. Mulai dari buah hingga bubur. Saya juga lebih banyak menggunakan bahan dan cara yang alami.

Membeli beras merah, beras putih, dan kacang hijau lalu saya haluskan sendiri dengan menggunakan blender. Kemudian dimasak dengan variasi lauk tambahan lain. Hingga mereka dapat mulai makan nasi tim, kegiatan menghaluskan mulai dikurangi, kecuali untuk membuat jus buah.

Kerepotan ini yang sering mendapat masukan dari orang lain, terutama keluarga dekat. Mungkin mereka melihat saya harus bersusah payah menyiapkan semua bahan sendiri. Sementara pekerjaan sehari-hari juga sudah banyak. Tapi saya coba untuk tetap menjalaninya.

Saya jarang sekali memberi mereka makanan instan. Untuk cemilan pun lebih sering menyediakan buah dan sayuran yang bisa dikukus seperti wortel, buncis atau kentang. Ini adalah cara praktis dan juga menyehatkan. Tak perlu berlelah menyiapkannya tapi anak-anak suka dan semoga vitamin serta zat lainnya dapat terpenuhi dengan baik. Cukup direbus atau kukus saja.

Tapi ini bukan berarti anti dengan kue yang ada di toko. Untuk kudapan lain saya lebih memilih kue basah atau kering yang sering dijual di toko langganan. Makanan yang tidak menggunakan MSG atau bahan pengawet menjadi poin utama ketika memilih makanan.

Sejak diberi makanan tambahan ini, kebutuhan susu formula Nane memang sedikit berkurang. Sebagai gantinya adalah dengan menyediakan makanan pendamping untuk memenuhi kebutuhan gizi Nane. Sejak masa ini Nane punya selera makan yang bagus. Tidak pernah menolak jika diberi jenis makanan apapun. Makannya selalu lahap sehingga banyak orang yang senang menyuapinya.

Jarang sekali terjadi drama untuk membujuk mereka makan. Cukup memberikan mainan, mengajak ngobrol atau menonton televisi, itu sudah cukup untuk membuat Nane mau makan. Jikalau memang sedang bermasalah pun saya biasanya akan menunda waktu makan hingga semua kondusif. Ini dilakukan agar saya dapat menjaga emosi saat menyuapi.

Saat anak sulit disuapi, biasanya akan memicu rasa kesal lebih cepat muncul. Memaksakan anak untuk makan juga hanya akan membuatnya merasa tidak nyaman dan bukan hal mustahil akan membuat mereka merasa trauma. Perasaan tidak nyaman akan terekam dalam memorinya, sehingga kegiatan makan akan menjadi sesuatu yang tidak disukai oleh anak.

Menyiapkan anak untuk kondusif memang membutuhkan kesabaran. Agar anak mau makan, saya biasa mengajaknya bermain dan membujuknya (tanpa membawa piring terlebih dahulu). Beraktivitas juga akan membuat Nane lapar, sehingga proses menyuapi pun akan berjalan lancar.

Membiasakan makan dengan waktu yang teratur membuat jadwal harian mereka semakin tertib. Mengenalkan disiplin sejak dini adalah memang suatu keharusan. Hanya cara dan kegiatannya harus disesuaikan dengan tumbuh kembang anak.

Pertumbuhan Nane memang sangat cepat. Tubuhnya gemuk tapi tidak menghambat geraknya. Mereka juga jarang terkena sakit sejak diberi makanan pendamping ini. Mungkin anti body mereka muncul dengan asupan gizi yang terpenuhi.

Bersyukur sekali melihat mereka tumbuh sehat. Masa sakit panjang yang harus dialami saat Nane terjangkit ISPA  menjadi cambuk untuk waspada dan memperbaiki diri. Termasuk memilih makanan pendamping susu formula.

Rasa lelah itu tidak menjadi masalah jika miliki tujuan untuk kebaikan. Cinta kasih yang besar menjadi sumber kekuatan untuk mengusir lelah. Semua ibu pasti akan berkorban banyak untuk kebaikan anak-anaknya, karena bahagia baginya adalah melihat buah hati dapat tumbuh dengan sehat.


Ketika Semua Sakit



“Ini semua tuh karena asap obat nyamuk dan rokok!”

Kalimat itu terlontar sebagai ungkapan kekesalan karena saat usia 6 bulan Nane terkena ISPA. Dokter mendeteksi adanya flek di paru-paru. Ini menjadi masalah serius dan juga kesedihan saat melihat mereka sakit untuk yang pertama kalinya.

Sebenarnya ini bukan pertama kali Nane alami demam. Saat menginjak bulan kedua, Nane telah diimunisasi. Sudah hal yang lumrah jika selepas imunisasi kondisi anak menjadi kurang fit. Badannya akan terasa sakit dan demam. Nane memang tidak terlalu rewel, tapi tetap saja mereka butuh perhatian yang ekstra untuk menghadapi kondisi seperti ini. 

Jadwal pemberian imunisasi pun harus diatur untuk mengantisipasi permasalahan ini. Dokter memberi saran untuk membuat jadwal imunisasi yang berselang satu pekan. Saya yang belum mengerti apa-apa coba ikuti petunjuk dokter.

Caranya cukup efektif, saya tidak terlalu repot ketika menangani satu bayi yang sakit. Saya masih bisa membagi waktu dan perhatian dengan maksimal untuk keduanya. Walau durasi menghadapi anak sakit menjadi lebih panjang, tapi setidaknya keadaan Nane dapat menjadi lebih baik.

Lain halnya dengan masalah ini. Nane harus menderita sakit ISPA dalam waktu yang bersamaan. Panik luar biasa dirasakan karena mereka berdua mendapat gejala demam yang tinggi dan batuk yang sering dalam waktu yang sama. Tangisan dan rengekan mereka membuat bingung. Apa yang harus dilakukan?

Gejala awal yang nampak adalah saat badan Ana sedikit hangat. Malam harinya gelisah dan demam semakin tinggi. Ditambah batuk mulai muncul. Obat dari dokter sisa imunisasi pun segera diminumkan. Pikir saya semoga obatnya dapat redakan demam seperti biasanya. Walau sedikit reda, tapi masih nampak gelisah dan sedikit rewel. Ana jadi ingin selalu digendong.

Akhirnya, kami harus begadang untuk bergantian menggendong Ana. Beruntung saat itu Ane masih dalam keadaan baik-baik saja. Walau sedikit terganggu karena suara tangisan Ana, tapi dia masih bisa tidur seperti biasanya.

Menjelang subuh Ana mulai sedikit tenang dan mulai tertidur nyenyak. Ketika bangun esok paginya, suhu tubuh Ana masih hangat dan batuknya semakin sering. Ana juga minum susunya berkurang, menolak makan, bahkan ngemil kue kesukaan pun tidak mau.

Badannya lemas, matanya sayu, tapi masih tetap sedikit tenang. Ana masih mau bermain dengan Ane dan menunjukan ceria walau tidak seperti biasanya. Saat itu mereka sudah bisa duduk dan mulai merangkak. Jadi mereka sudah dapat bermain bersama.

Menjelang malam hari Ana panas kembali, dan yang membuat keadaan menjadi lebih panik adalah saat Ane juga mendadak demam tinggi. Batuknya lebih sering muncul juga disertai dengan muntah. Itu terjadi berkali-kali hingga badannya sangat lemas. Keadaan ini memang menyebabkan Ane lebih sering nangis dan gelisah, sehingga keadaan semakin membingungkan.

Setelah malam terlewati dengan susah payah, akhirnya keesokan hari kami membawa mereka ke dokter anak. Saat itu pukul 6 pagi, tapi antrean sudah mengular. Wajarlah, beliau merupakan dokter anak yang cukup terkenal di kota kecil ini.

Giliran masuk tiba. Kami ceritakan tentang gejala yang dialami keduanya. Setelah dokter memeriksa, beliau bertanya apakah di rumah orang yang merokok atau mungkin suka membakar sesuatu seperti obat nyamuk atau sampah?

Kami terdiam mencoba mengingat. Saya pun spontan menjawab “iya”, memang ada yang merokok dan sering membakar obat nyamuk. Merokoknya sih tidak di lakukan dalam ruangan, tapi bisa saja asapnya masuk ke ruangan.

Sedangkan asap obat nyamuk, saya ingat kebiasaan di rumah emak yang sering melakukannya saat menjelang malam hari. Nyamuk yang banyak memang membuat cara ini sering dilakukan untuk mengusirnya. Ini juga dilakukan di ruangan lain, bahkan cukup jauh dengan kamar anak-anak. Tapi kenyataannya sama, udara tidak sehat juga terisap oleh bayi yang masih rentan kondisi kesehatannya.

Walau sudah pulang ke rumah sendiri, ada kalanya kami sering tidur di rumah emak. Ini terjadi ketika saya harus ditinggal sendiri. Keluarga belum mengizinkan untuk mengurus Nane sendiri, karena khawatir kelelahan atau ada hal yang tidak diinginkan.

Sebenarnya akibat kedua kebiasaan ini sudah saya ketahui. Tapi tidak berani mengutarakan karena sungkan. Akhirnya diam dan abai dengan kebiasaan buruk itu. Sekarang, saya sangat menyesal tidak dapat mencegah semua itu sehingga berakibat tidak baik untuk kesehatan Nane.

Dokter memutuskan untuk memberi perawatan intensif selama 6 bulan. Pemberian obat tidak boleh terputus sama sekali agar dapat sembuh total lebih cepat. Kami pun sangat kaget dan sangat menyesali semua.

Kami pulang dengan membawa obat yang cukup banyak untuk Nane. Harapan kami tentu mereka akan segera sembuh. Obat pun diberikan sesuai dengan petunjuk dokter. Rasanya tidak tega memaksa mereka minum obat. Tangisan penolakan pasti terjadi, tapi ini demi kesembuhan mereka juga.

Kondisi Ana semakin membaik. Lain halnya dengan Ane. Demamnya semakin tinggi bahkan disertai dengan kejang. Wajahnya pucat dan warna bibirnya semakin gelap. Panik.

Kami segera ke rumah sakit, dan benar saja keputusannya Ane harus masuk ruang perawatan. Kondisinya sangat rentan jika tidak ditangani dengan serius. Demam tinggi disertai kejang tidak dapat dianggap enteng!

Lagi-lagi Ane yang harus masuk rumah sakit. Sungguh tidak tega melihat tangan yang mungil itu ditembus jarum infus. Saya mencoba kuatkan diri, karena harus merawat dia dengan sebaik mungkin.
Pikiran terbagi dua. Ana juga sedang butuh perwatan, jadi dia dirawat oleh emak di rumah. Sedangkan Ane di rumah sakit tergolek lemah. Namun bersyukur dapat ditangani dengan segera, sehingga kondisinya beragsur membaik. Butuh waktu 5 hari untuk stabilkan keadaannya.

Saat dokter izinkan pulang, tentu ini menjadi kabar yang sangat membahagiakan. Kondisi Ana di rumah pun sudah membaik. Akhirnya mereka kembali sehat dan dapat bermain bersama dengan ceria.

Perawatan intensif selama 6 bulan berturut-turut pun dilakukan. Kami sangat berharap upaya ini dapat menghilangkan flek di paru-paru Nane. Alhamdulillah berhasil. Mereka dinyatakan sembuh oleh dokter.

Kejadian ini memang menjadi sebuah pelajaran yang sangat berharga. Saya semakin menjaga mereka dengan lebih wasapada. Mulai berani bicara jika ada hal yang dapat membahayakan kesehatan atau keselamatan Nane.

Iya, saya selalu merasa sungkan untuk mengeluarkan pendapat walau itu adalah hal benar. Khawatir menyinggung dan menimbulkan masalah. Tapi setelah saya pikir kembali, jika semua disampaikan dengan alasan yang benar dan juga tujuan yang baik, kenapa tidak?

Anggota keluarga lain mulai kooperatif untuk mendukung upaya ini. Mereka juga mulai memperhatikan hal-hal yang selama ini dianggap biasa tapi ternyata berbahaya. Kami bersama-sama mencari solusi untuk memecahkan masalah tanpa menimbulkan akibat yang lebih buruk. Semua dilakukan sebagai upaya memberi yang terbaik untuk kesehatan dan tumbuh kembang Nane.

Kejadian sakit Nane ini merupakan teguran dari Allah. Saya dan keluarga lainnya harus dapat memperbaiki kesalahan dan mulai peduli pada kesehatan. Bersyukur Allah masih beri kesempatan untuk perbaiki semua lebih awal, sehingga dapat menjadi bekal untuk dapat membesarkan dan merawat Nane lebih baik lagi di kemudian hari.