Sebagai ibu, saya sering merasa cemas melihat anak-anak sekarang hidup di dunia yang sangat berbeda dari masa kecil kita. Dulu, kita bermain di lapangan, bercanda bersama teman, dan berbagi nilai-nilai kebersamaan. Kini, anak-anak lebih banyak menghabiskan waktu di depan layar, tenggelam dalam algoritma media sosial yang sering membuat mereka terasing dari dunia nyata.
Mungkin sebagai orang tua, kita sering merasa ragu, “Apakah nilai-nilai yang saya ajarkan masih relevan?” Padahal, justru di tengah perubahan ini, kita perlu kembali ke akar budaya Nusantara. Nilai-nilai yang diajarkan oleh tokoh-tokoh bangsa, seperti Ki Hajar Dewantara, tentang gotong royong, cinta tanah air, dan penghormatan kepada orang tua, masih sangat relevan untuk membangun karakter anak-anak kita.
Lalu, apakah kita sebagai generasi ‘old’ terlalu lebay dalam menyikapinya?
Permasalahan Generasi Digital
Pertumbuhan anak-anak saat ini cenderung serba individualis. Hal ini jauh berbeda dengan suasana guyub yang kita kenal dulu. Media sosial dan algoritmanya kerap membentuk pola pikir yang lebih mengutamakan hiburan instan daripada pengalaman yang nyata. Akibatnya, banyak dari anak-anak kesulitan menemukan tujuan hidup, bahkan merasa terasing di dunia nyata.
Generasi digital tumbuh dengan cepat di era teknologi. Meskipun membawa banyak kemudahan dan hal positif lainnya, era ini juga menghadirkan berbagai tantangan yang cukup signifikan. Salah satu permasalahan utamanya adalah screen addiction atau kecanduan layar. Dampak yang paling besar adalah berkurangnya interaksi sosial secara langsung.
Kemampuan literasi di era digital ini pun mulai menurun. Generasi muda sering terjebak dalam menerima dan menyebarkan informasi yang salah. Ketidakcakapan ini dapat memengaruhi pola pikir mereka dalam mengambil keputusan. Tidak hanya itu, kesehatan mental juga menjadi perhatian, karena penggunaan media sosial yang berlebihan kerap memicu rasa cemas, depresi, kesepian, dan fear of missing out (FOMO).
Tips Mendampingi Anak di Era Digital
Untuk mengatasi permasalahan yang ditimbulkan ini, penting bagi orang tua untuk mendidik anak-anak mengenai etika bermedia. Penggunaan teknologi secara sehat akan membantu anak-anak mengenal pentingnya menjaga keseimbangan antara dunia maya dan nyata.
Bangun tradisi ngobrol tanpa gadget
Ajak anak-anak untuk berbincang bersama tanpa kehadiran gadget. Aktivitas ini dapat dilakukan saat makan bersama atau di saat sedang santai Buat sesi ngobrol yang membahas tentang hari mereka, pikiran, atau bahkan mimpi-mimpinya. Lakukan dengan konsisten tetapi santai sehingga akan menjadi sebuah kegiatan rutin keluarga.
Mengenalkan budaya dan sejarah lokal
Nilai-nilai luhur dalam budaya Indonesia dan daerah dapat menjadi “penjaga” di antara gempuran pengaruh asing dari media sosial. Orang tua dapat mengajak anak menghadiri acara budaya atau mengenalkan cerita-cerita daerah. Ini akan membantu anak-anak menghargai kebersamaan dan cinta tanah air. Bahkan, orang tua juga dapat memasukan unsur budaya dalam percakapan sehari-hari, yaitu menggunakan bahasa daerah.
Beri kesempatan kepada anak untuk mengekspresikan diri
Dalam dunia digital, anak lebih sering menerima informasi daripada berpikir secara mandiri. Bantu mereka untuk mengenali suara hati sendiri dan memahami apa yang benar-benar diinginkan, tanpa harus terpengaruh tren atau apa yang viral. Selanjutnya, hal paling penting dari orang tua adalah memberikan ruang dan dukungan terhadap ekspresi anak. Berhentilah memberi komentar atau reaksi negatif lain yang dapat menciutkan jiwa anak.
Dukung untuk bergabung dengan kegiatan komunitas dan sosial
Beri kesempatan kepada anak untuk masuk ke dalam komunitas dan mengikuti berbagai kegiatan sosial. Hal ini akan memberi stimulasi kesadaran bekerja sama dan empati. Kegiatan ini dapat memperkuat keterikatan mereka dengan lingkungan sekitar yang positif dan mengurangi rasa kesepian.
Berikan teladan yang baik
Anak-anak cenderung meniru perilaku orang tua. Maka dari itu, ketika orang tua dapat menunjukkan rasa hormat, kebersamaan, dan sikap saling menghargai, mereka pun akan belajar dari contoh tersebut.
Selain mendampingi mereka, penting juga untuk mengajarkan bahwa media sosial bukanlah tempat untuk menyelesaikan permasalahan. Ajarkan mengenai keterbukaan sehingga anak-anak dapat berbicara dengan leluasa tentang perasaan dan pikirannya kepada orang tua. Anak-anak juga perlu belajar bahwa kebahagiaan sejati tidak datang dari jumlah “like” di media sosial, tetapi dari hubungan yang nyata dan saling peduli.
Namun, sebelum menjadi pendamping bagi anak-anak, alangkah lebih baik jika orang tua dapat terlebih dahulu untuk bijak menggunakan media sosial. Siap, Bu? Semangat!
***Gambar dibuat dengan menggunakan aplikasi Bing Image Creator
Be First to Post Comment !
Posting Komentar